Skip to main content

PEMIKIRAN PEREKONOMIAN PADA MASA AL-MAWARDI DAN AL-GHAZALI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah ekonomi sebagai masalah muamalat selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Bentuk-bentuk kelembagaan ekonomi dan jenis-jenis transaksi makin beragam, berbeda dengan situasi zaman Rasulullah SAW. Untuk mengatasi hal ini, Allah SWT memberikan kebebasan untuk berijtihad terhadap masalah ekonomi yang secara zahir tidak diatur dalam Al-qur’an dan Hadits. Pemerintah boleh mengembangkan kebijakan sesuai tuntutan situasi dan kondisi, misalnya program kemitraan, bantuan modal untuk pengusaha kecil pendidikan murah bagi keluarga miskin, dan sebagainya.
Khazanah intelektual islam era kekhalifahan Abbasiyah pernah mengukur sejarah emas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran keagamaan. Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadasi moral serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini, misalnya Al-Mawardi, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan lain-lain.


B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa Al-Mawardi itu ?
2.      Bagaimana pemikiran ekonomi Al-Mawardi ?
3.      Siapa Al-Ghazali itu ?
4.      Bagaimana pemikiran ekonomi Al-Ghazali ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Al-Mawardi
Abu Al-Hasan bin Muhammad bin Habib al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’i lahir dikota basrah pada tahun 364 H (974 M). Setelah mengawali pendidikannya dikota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana diberbagai negeri islam untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Al-fadhl Al-Baghdadi Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin Al-Ma’ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.
Berkat keluasan ilmunya, salah satu tokoh besar madzhab syafi’i ini dipercaya memangku jabatan Qadhi (hakim) diberbagai negeri secara bergantian. Setelah itu al-mawardi kembali kekota baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai hakim agung pada masa pemerintahan Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.
Sekalipun hidup dimasa dunia islam terbagi kedalam tiga dinasti yang saling bermusuhan, yaitu dinasti Abbasiyah di mesir, dinasti Umayah II di Andalusia dan Dinasti abbasiyah di baghdad, al-mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi di mata para penguasa dimasanya bahkan para penguasa Bani Buwaihi, selaku pemegang kekuasaan pemerintah baghdad, menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya. Sekalipun telah menjadi hakim, al-mawardi tetap aktif mengajar dan menulis. Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib al-baghdadi dan Abu al-izza bin kadasy merupakan dua orang dari sekian banyak murid al-mawardi. Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputi berbagai bidang kajian dan bernilai tinggi telah ditulis oleh al-mawardi, seperti Tafsir Al-Qur’an al-Karim, al-amtsal wa al-hikam, al-hawi al-kabir, al-iqna, al-adab ad-dunya wa ad-din, siyasah al-maliki. Nasihat al-muluk, al-ahkam ash-shultaniyyah, an-nukat wa al-uyun dan Siyasah al-wizarat wa as-siyasah al-maliki. Dengan mewariskan berbagai karya tulis yang sangat berharga tersebut. Al-Mawardi meninggal pada awal tahun 450 H (1058 M) dikota baghdad dalam usia 86 tahun.[1]


B.     Pemikiran Al-Mawardi tentang ekonomi
Pemikiran Al-Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang berjudul al-Ahkam al-Aulhoniyyah dan al-adab ad-dunya wa ad-Din.
Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintahan dan administrasi, berisi tentang kewajiban pemerintah, penerimaan, dan pengeluaraan negara, tanah (negara dan masyarakat), hak prerogratif  Negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain.
Analisis atas kitab ini dengan karya-karya sebelumnya yang sejenis menunjukkan bahwa Al-Mawardi membahas masalah-masalah keuangan dengan cara yang lebih sistematis. Sumbangan utama Al-Mawardi terletak pada pendapat mereka tentang pembenaan pajak tambahan dan dibolehkannya peminjaman public.
a.       Teori Keuangan Public
Teori keuangan publik selalu terkait dengan peran negara dalam kehidupan ekonomi. Negara dibutuhkan karena berperan untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya. Permasalahan inipun tidak luput dari perhatian negara islam. Al-Mawardi berpendapat bahwa pelaksanaan imamah (kepemimpinan politik keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolaan dunia.
Dalam perspektif ekonomi, pernyataan Al-Mawardi ini berarti bahwa negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan spiritual. Ia menjadi kewajiban moral bagi bangsa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian seperti para pemikir muslim sebelumnya, al-mawardi memandang bahwa dalam islam pemenuhan dasar setiap anggota masyarakat bukan saja merupakan kewajiban penguasa dari sudut pandang ekonomi, melainkan moral dan agama.
Selanjutnya al-mawardi berpendapat bahwa negara harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya ,
“Jika hidup dikota menjadi tidak mungkin karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota, maka negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan jika tidak memiliki dana, negara harus menemukan jalan untuk memperolehnya.”
Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan public karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan semacam itu. Dengan demikian, layanan public merupakan kewajiban sosial (fardh kifayah) dan harus bersandar kepada kepentingan umum. Pernyataan Al-Mawardi ini semakin mempertegas pendapat para pemikir muslim sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mengadakan proyek dalam kerangka pemenuhan kepentingan umum. Negara dapat menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memiliki sumber keuangan yang memadai.[2]
b.      Perpajakan
Perpajakan sebagaimana trend pada masa klasik, masalah perpajakan juga tidak luput dari perhatian al-mawardi. Menurutnya, penilaian atas kharaj harus berfariasi sesuai dengan faktor-faktor yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi.
Lebih jauh ia menjelaskan alasan penyebutan ketiga hal tersebut sebagai faktor-faktor penilaian kharaj. Kesuburan tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan penilaian kharaj karena sedikit banyaknya jumlah produksi bergantung kepadanya. Jenis tanaman juga berpengaruh terhadap penilaian kharaj karena berbagai jenis tanaman mempunyai variasi harga yang berbeda-beda. Begitupula halnya dengan sistem irigasi. Disamping ketiga faktor tersebut al-mawardi juga mengungkapkan faktor yang lain, yaitu jarak antara tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar. Faktor terakhir ini juga sangat relevan karena tinggi-rendahnya harga berbagai jenis barang tergantung pada jarak tanah dari pasar. Dengan demikian, dalam pandangan al-mawardi keadilan baru akan terwujud terhadap para pembayar pajak mempertimbangkan setidaknya empat faktor dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman, system irigasi dan jarak tanah ke pasar.”
Tentang metode penerapan kharaj, al-mawardi menyarankan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode yang pernah diterapkan dalam sejarah islam, yaitu:
a.       Metode Misahah, metode penerapan kharaj berdasarkan ukuran tanah. Metode ini merupakan Fixed tax, terlepas dari apakah tanah tersebut ditanami atau tidak, selama tanah tersebut bisa di tanami.
b.      Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja. Dalam metode ini, tanah subur yang tidak dikelola tidak masuk dalam penilaian objek kharaj.
c.       Metode Musaqah yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan presentase dari hasil produksi (proportional tax). Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman mengalami masa panen.
Buku yang kedua banyak membahas tetntang perilaku ekonomi muslim secara individual. Buku ini menyampaikan ajaran-ajaran tasawuf tentang budi luhur. Individu dalam perekonomian yang meliputi 4 mata pencaharian  utama yaitu: pertanian, peternakan, perdagangan, dan industry. Selain itu, buku ini juga membahas perilaku-perilaku yang merusak budi luhur, antara lain : ketamakan dalam menimbun kekayaan dan menurut kekuasaan. Al-mawardi juga membahas tentang berbagai hukum syari’ah dari mudharabah dalam karyanya al-hawi al-mudharabah. Beberapa fuqaha tidak memperbolehkan mudharabah, sementara imam hambali memperbolehkannya.[3]

C.      Biografi Al-Ghazali
Al-ghazali lahir pada 1058 M dikota kecil khorosan bernama Toos. Karena ayahnya penjual benang, ia diberi nama panggilan Ghazali, yang dalam bahasa arab berarti “pembuat benang”. Abu hamid al-ghazali terkenal dibarat sebagai al-gazel, merupakan salah satu pemikir besar islam.
Al-ghazali hidup pada masa pemerintahan daulah abbasiyah, persisnya pada masa dinasti saljuk yaitu (450-505/1058-1111 M) yang mana pada masa pemerintahan daulah abasiyah islam telah mencapai masa puncak keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi, dan pengetahuan yang luar biasa yang bisa dikatakan kemajuannya tidak pernah ada yang menandingi oleh kerajaan manapun didunia ini. Jadi bisa dikatakan kondisi perekonomian pada masa Imam al-ghazali sangat baik dan seimbang.[4]
Menurut para ulama’ karya-karya al-ghazali mencapai 200 buah. Pada akhir hidupnya di Teheran pada 505 H/1111 M, seperti biasanya ia bangun pagi tepatnya hari senin, bersembahyang kemudian meminta dibawakan peti mati, ia seolah-olah mengusap peti itu dan berkata “apapun perintah Tuhan aku telah siap melaksanakannya”. Sambil mengucap kata-kata itu ia meluruskan kakinya dan ketika orang melihat wajahnya, imam besar itu telah tiada.

D.    Pemikiran Al-ghazali Tentang Ekonomi
Al-ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang. Bahasanya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karya momentumnya yaitu ihya ulum al Din disamping dalam ushul fiqih, al Mustafa Mizan al amal  dan al Tibar al masbuk fi nasihat al muluk. Bahasan ekonomi al-ghazali antara lain meliputi : uang, perdagangan, pembagian tenaga kerja, perilaku konsumsi dan organisasi masyarakat dalam perekonomian.
Dalam ihya ulum al Din al-ghazali telah mendiskusikan tentang kerugian system barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar (means of exchange). Ia mengibaratkan uang sebagai cermin. Uang dapat saja tidak terbuat dari emas atau perak, misalnya uang kertas tetapi pemerintah wajib menyatakan sebagai alat pembayaran yang resmi.
Al-ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan islam. Riba merupakan praktek penyalahgunaan fungsi uang, sebagaimana juga penimbunan barang-barang pokok untuk kepentingan-kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya.
Salah satunya adalah pandangan Abu Hamid al-ghazali (1058-1111) mungkin cukup mengejutkan jika dia menyajikan penjabaran yang rinci akan peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Maklum, ia dikenal sebagai ahli tasawuf. Bagi al-ghazali pasar merupakan bagian dari keteraturan alami. Secara rinci, dari juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar al-ghazali menyatakan :
Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia, sebaliknya pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alami, mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat disatu pihak dan tempat penyimpanan hasil sesuai dengan kebutuhan masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan pande besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relative murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.
Imam Ghazali juga secara eksplisit menjelaskan perdagangan regional. Kata Ghazali :
“Selanjutnya praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada giliran menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain juga.[5]
Ghazali menyuguhkan pembahasan terperinci tentang peranan dan signifikansi aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan sukarela serta proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba. Selain itu al-ghazali juga berpendapat bahwa “mutualisme” dalam pertukaran ekonomi, yang mengharuskan spesialisasi pembagian kerja menurut daerah dan sumber daya.
Al-ghazali juga mengemukakan pemikiran mengenai interaksi permintaan dan penawaran. Ia mengatakan, harga yang timbul dari interaksi permintaan dan penawaran adalah al-tsaman al-adil (harga yang adil) atai equilibrium price. Selain itu, al-ghazali juga mengemukakan mengenai etika pasar. Ia melarang keras aktivitas penimbunan dan iklan palsu. Dan dalam pemikiran mengenai aktivitas produksi, al-ghazali membagi aktivitas produksi ke dalam tiga bagian, yaitu :
a.       Industri dasar, yaitu industri yang menjaga kelangsungan hidup manusia.
Kelompok ini terdiri dari empat jenis aktivitas, yaitu agrikultur, tekstil, konstruksi, dan aktivitas negara.
b.      Aktivitas penyokong, yaitu aktivitas yang bersifat tambahan bagi industri dasar, seperti industri baja dan eksplorasi.
c.       Aktivitas komplementer, yaitu yang berkaitan dengan industri besar seperti penggilingan dan pembakaran produk-produk agrikultur,

Al-ghazali juga memperkenalkan teori permintaan dan penawaran, jika petani tidak mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah, dan harga dapat diturunkan dengan menambah jumlah barang di pasar. Ghazali juga memperkenalkan elastisitas permintaan, ia mengidentifikasi permintaan produk makanan adalah inelastis, karena makanan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena dalam perdagangan makanan motif mencari keuntungan yang tinggi harus diminimalisir, jika ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari perdagangan, selayaknya dicari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Bila dilihat dari biografi hidupnya. Al-mawardi adalah seorang ilmuwan legendatis pada abad ke-10 M yang diakui dunia sebagai peletak dasar politik islam, dan ekonomi islam terutama dalam bukunya yang berjudul al-ahkam al-authonoiyyah dan at-adab ad-dunya wa ad-din. Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintah dan administrasi, berisi tentang kewajiban pemerintah, penerimaan, dan pengeluaran negara, tanah (negara dan masyarakat), hak prerogratif negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain.
2.      Ghazali hidup pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah, persisnya pada masa dinasti saljuk yaitu (450-505/1058-1111 M), yang mana pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah islam telah mencapai masa puncak keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi, dan pengetahuan yang luar biasa.
3.      Al-ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan islam. Riba merupakan praktek penyalahgunaan fungsi uang, sebagaimana juga penimbunan barang-barang pokok untuk kepentingan-kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya.


[1] http//devilmyery.wordpress.com/2013/09/14/sejarah-pemikiran-ekonomi islam
[2] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisika, Yogyakarta, 2002, hlm 85
[3] Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Ekonisika, Yogyakarta, 2003, hlm 75
[4] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisika, Yogyakarta, 2002, hlm 138
[5] Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm 157

Comments

Popular posts from this blog

EFEKTIVITAS METODE EKSPLORASI MASALAH MATEMATIS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran eksplorasi masalah matematis (EMM) lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi dalam pengajaran matematika khususnya bentuk soal cerita pada siswa kelas IV di SD IT Al Anwar Mayong Jepara tahun pelajaran 2018/2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dengan pendekatan kuantitatif, desain penelitian eksperimen murni (true experimental). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD IT Al Anwar Mayong Jepara berjumlah 67 siswa. Sedangkan teknik pengumpulan sampelnya adalah Probability sampling dengan jenis rondom sampling. Selanjutnya dengan taraf kesalahan pengambilan sempel 1% didapatkan 63 sampel. Dimana, hasilnya kelas IV Ar rohim dengan jumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas Ar rahman sebanyak 31 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes, wawancara dan dokumentasi. Setelah dilakuk

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pendekatan Realistic Mathematics Education dan kemampuan berfikir kritis (2) Untuk mengetahui kemampuan berfikir kritis (3) Untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik kelas V. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan sesuai jenis penelitian, maka ini adalah penelitian korelasi. Disini peneliti mengambil lokasi di MI NU Tarbiyatul Islam Loram Wetan Jati Kudus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode angket dan tes. Sedangkan teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis deskriptif dan uji hipotesis asosiatif. Hasil penelitian yang didapatkan di antaranya yaitu (1) Pendekatan Realistic Mathematics Education sangat efektif karena hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi pendekatan Realistic Mathematics Education lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Model pembelajaran student facilitator and explaining pada mat a pelajaran pendidikan agama Islam materi mernahami tatacara sholat jumat di SMP Negeri 5 Blora. 2) Peningkatan kemampuan psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sho1at jumat di SMP Negeri 5 Blora. 3) Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Memahami Tatacara Sholat Jum'at di SMP Negeri 5 Blora Metode penelitian yang digunakan dalam peneIitian ini adalah yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui wawancara terhadap instansi yang terkait yaitu srvw Negeri 5 Blora, mengenai implementasi model pembelajaran student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampu.an psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sholat j