A. Pengertian
Ilmu Kalam
1. Pengertian
Etimologi
Secara harfiah kata Kalam berarti pembicaraan. Dalam
pengertian, pembicaraan yang bernalar dan menggunakan logika”. Maka ciri
utama Ilmu Kalam adalah rasionalitas dan logis. Sehingga ia erat dengan ilmu
mantiq/logika.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan
bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti
yang yakin. Ilmu kalam disebut juga
ilmu yang membahas soal-soal keimanan.
Ada beberapa alasan kenapa ilmu ini dinamai
dengan Ilmu Kalam, diantaranya :
a. Sebagian para ulama ketika menjelaskan berbagai persoalan
dalam hal-hal akidah Islam itu, yang biasa
digunakan oleh para filosof. Para ulama menyebut metodenya itu dengan sebutan al
kalam, sehingga mereka disebut ahl-ul kalam, sedang para filosof
dapat disebut ahl-il mantiq.
b. Pada abad ke dua Hijriah ada persoalan yang menggoncangkan
umat Islam yaitu tentang persoalan kalamullah. Apakah kalamullah itu diciptakan atau bukan, baru (hadits) atau
terdahulu (qodim).
2. Pengertian
Terminologi
Ibnu Khaldun
mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai
argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional. Sedangkan
Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada
argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau
sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Imam
Abu Hanifah menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut persepsinya,
hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,
fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid.
Kedua, fiqh al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah
muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.
Dengan
demikian Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan
menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun
argumentasi rasional (‘aqliyah). Argumentasi naqliyah berupa dalil-dalil
al Qur’an dan hadis sedang argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah
landasan pemahaman menggunakan metode berfikir filosofis. Atau ilmu yang
membicarakan tentang wujud Tuhan , Allah
SWT. Sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang rasul-rasul
Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada
padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang
mungkin terdapat padanya.
B. Dasar
Pembahasan Ilmu Kalam
1. Al
Qur’an
a.QS. Al Ihlas [112]: 1-4,
keseluruhan surat ini membahas tentang identitas Allah.
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#t öNs9ur ôs9qã ÇÌÈ öNs9ur `ä3t ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
1.
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
b. QS. Al Furqan [25]: 59, ayat ini membahas tentang tempat Allah setelah
menciptakan alam raya.
Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJßguZ÷t/ Îû ÏpGÅ 5Q$r& ¢OèO 3uqtGó$# n?tã ĸöyèø9$# 4 ß`»yJôm§9$# ö@t«ó¡sù ¾ÏmÎ/ #ZÎ6yz ÇÎÒÈ
yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka
Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang
Dia.”
c. QS. al Fath [48]: 10, ayat ini membahas tentang kekuasaan Allah yang
dinyatakan dengan “tangan” Allah.
¨bÎ) úïÏ%©!$# y7tRqãèÎ$t6ã $yJ¯RÎ) cqãèÎ$t7ã ©!$# ßt «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷r& 4 `yJsù y]s3¯R $yJ¯RÎ*sù ß]ä3Zt 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ( ô`tBur 4nû÷rr& $yJÎ/ yyg»tã çmøn=tæ ©!$# ÏmÏ?÷sã|¡sù #·ô_r& $VJÏàtã ÇÊÉÈ
bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.
2.
Hadis
Adanya
hadits Nabi yang membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam.
Diantaranya hadis yang membahasa masalah islam, iman dan ihsan.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ :
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ
سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا
أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ
رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ:
يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ
سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ:
فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ
تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ .
قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا
بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ
تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ
رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ
مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ
وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ
دِيْنَكُمْ رواه مسلم
Dari
Umar ra, dia berkata : Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut
sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada
seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan
Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku
tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain
Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia
berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang
membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu
beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada
takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“.
Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau
bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian
dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau
bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia
berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:
“ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang
bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)
berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku
berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa
yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau
bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian “.(HR. Muslim)
3. Pemikiran
manusia
Pada
pertumbuhan awal pemikiran Islam, para ulama telah menggunakan rasionya untuk menjelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam jauh sebelum filsafat Yunani
berpengaruh luas dalam khasanah ilmu keislaman. Hal ini terutama yang berkaitan
dengan ayat-ayat mutasyabihat, yakni ayat-ayat al Quran yang samar
maksudnya, sehingga membutuhkan pemikiran akal untuk memahaminya.
Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang
memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini
biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur,
tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu
al-abshar, dan ulu an-nuha. Diantara ayat-ayat
tersebut yaitu :
Maka apakah (Allah) yang
menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka apakah kamu
tidak mengambil pelajaran?” (Q.S.
An-Nahl: 17)
Oleh karena itu, jika umat islam
sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan
karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah
langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan
sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
4. Insting
Secara
Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya
Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan
orang-orang primitif. Sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam
berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan terhadap benda-benda
alam berkembang secara beragam. Di Mesir, Mereka menganggap suci terhadap
burung elang, burung nasr, ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan
lain-lainnya. Anggapan itu lalu berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari.
Dari sini berkembang lagi menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi
amal perbuatan yang baik.
C. Ruang
Lingkup
Pembahasan Ilmu Kalam
1. Pembahasan
ilmu Kalam
Aspek pokok dalam ilmu Kalam
adalah keyakinan akan eksistensi Allah
yang maha sempurna, maha Kuasa dan memiliki
sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup
pembahasan dalam ilmu Kalam yang pokok adalah :
a. Hal-hal
yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah
Mabda. Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
b. Hal yang
berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara
manusia dan Allah atau disebut pula washilah
meliputi : Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
c. Hal-hal yang
berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut
juga ma’ad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.
2. Aspek-aspek
ilmu Kalam
Bagian-bagian Kalam
sebagai ilmu dibagi dalam 5 aspek :
Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah/ ubudiyah, tauhid
sifat, tauhid qauli dan tauhid amali.
3. Masalah-masalah
yang bertentangan dengan Kalam.
Secara garis besar, masalah-masalah yang bertentangan dengan
Kalam adalah kekafiran, kemusyrikan,
kemurtadan, dan kemunafikan.
D. Fungsi
Ilmu Kalam
1. Untuk memperkuat, membela dan menjelaskan akidah islam.
Dengan adanya ilmu kalam bisa menjelaskan, memperkuat dan membelanya dari
berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran islam.
2. Untuk menolak akidah yang sesat denga berusaha menghindari
tantangan-tantangan dengan cara memberikan penjelasan duduk perkaranya timbul
pertentangan itu, selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan
logika. Dengan ilmu kalam bisa memulihkan kembali ke jalan yang murni,
pembaharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran yang sesat.
3. Sebagai
ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal
Tuhan secara rasional.
4. Ilmu kalam berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan
keimanan pada diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu
kalam adalah rasio yang didukung dengan Al Qur’an dan Hadist. Sekuat apapun
kebenaran rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan Al Qur’an
Hadits.
E. Sejarah Ilmu Kalam
1. Latar belakang
Rasulullah SAW, selama di Mekkah mempunyai fungsi sebagai
kepala agama. Setelah hijrah ke Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala
pemerintah. Beliaulah yang mendirikan politik yang di patuhi oleh kota ini,
sebelum itu di Madinah tidak ada kekuasaan politik. Setelah wafatnya
rasulullah, rosulullah digantikan dengan Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab
selanjutnya digantikan Usman bin Affan ra lalu Ali bin Abi Tholib ra.
Usman bin Affan ra merupakan khalifah berlatarbelakang
pedagang kaya. Tetapi, ahli sejarah mengatakan bahwa Usman termasuk khalifah
yang lemah, karena tidak dapat menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa
di pemerintahan. Sehingga mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan
islam dengan mengganti gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin
Khattab ra, yang dikenal kuat dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik
Utsman bin Affan ra, memecat gubernur-gubernur angkatan Umar bin Khattab ra,
memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang memberontak di
mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin ‘Ash yang diangkat
Umar dan digantikan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sar dari keluarga Usman bin
Affan ra yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan ra.
Setelah Usman bin Affan ra wafat, kekhalifahan diganti Ali
bin Abi Thalib ra. Tetapi segera dia mendapat tantangan dari Tholhah dan Zubair
dari mekkah yang mendapat dukungan dari Aisyah ra. Gerakan ini dapat dipatahkan
oleh Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Tholhah dan Zubair mati
terbunuh dan Aisyah ra masih hidup lalu dikirim kembali ke Mekkah. Tak cuma di
sini, tantangan berikutnya muncul dari Mu’awiyah, gubernur Damaskus dan
keluarga dekat Usman bin Affan ra. Sebagaimana Tholhah dan Zubair, dia tidak
mengakui Ali bin Abi Tholib ra sebagai khalifah. Ia menuntut kepada Ali bin Abi
Tholib ra supaya menghukum para pembunuh Usman bin Affan ra, bahkan ia menuduh
Ali turut campur dalam soal pembunuhan soal Ustman. Salah seorang pemberontak
mesir yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh Usman bin Affan ra adalah Muhammad
Ibnu Abi Bakar yang tidk lain adalah anak angkat dari Ali bin Abi Tholib ra.
Dan pula Ali bin Abi Tholib ra tidak mengambil tindakan keras terhadap
pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali bin Abi Tholib ra mengangkat Muhammad
Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur Mesir.
Terjadi pertempuran antara pasukan Ali bin Abi Tholib ra dan
Mu’awiyah bin Abu Sofyan di Shiffin, Mu’awiyah terdesak, Amr bin ‘Ash tangan
kanan Mu’awiyah mengangkat Al-Qur’an ke atas sebagai tanda ajakan damai. Para
Qurro dari kalangan Ali bin Abi Tholib ra menganjurkan untuk menerima sebagian
pasukan Ali bin Abi Tholib ra menganjurkan menolaknya tetapi Ali bin Abi Tholib
ra memilih menerima. Dan dengan demikian, dicarilah perdamaian dengan
mengadakan arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr bin ‘Ash dari
Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Tholib ra. Sebagai
yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan kepada orang
ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka. Berlainan dengan Amr bin ‘Ash mengumumkan
hanya menyetujui penjatuhan Ali bin Abi Tholib ra, tetapi tidak penjatuhan
mu’awiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali bin Abi Tholib ra dan
menguntungkan Mu’awiyah sebagai khalifah yang ilegal.
Terhadap sikap Ali bin Abi Tholib ra yang mau mengadakan
arbitrase menyebabkan pengikut Ali bin Abi Tholib ra terbelah menjadi dua yakni
golongan yang menerima arbitrase dan golongan yang sejak semula menolak
arbitrase, yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diputuskan lewat
arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an, la hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) la hakama illa Allah (tidak ada pengantara selain Allah). Mereka
menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan diri dari barisan Ali bin
Abi Tholib ra (disebut kaum Khawarij).
Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase
yaitu Ali bin Abi Tholib ra, Mu’wiyah, Amr bin ‘Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari
sebagai kafir dan murtad karena tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan
firman Allah dalam surat Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh.Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi
politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan teologi,
yang melahirkan beberapa aliran teologi (firqoh).
2. Firqoh Ilmu Kalam
a. Firqoh Khawarij
Merupakan
golongan yang keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah.
Ajaran mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka
dihukumi kafir, dan yang berhak mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya
orang orang kafir.
b. Firqoh Murji’ah
Merupakan
golongan yang timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij
dengan golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah
satu golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar
maupun kecil tidak dihukumi kafir tidak juga mukmin melainkan
dikembalikan kepada Allah SWT pada hari kiamat
c. Firqoh Jabariyah
Merupakan
golongan yang timbul bersamaan dengan firqoh Qodariyyah yaitu timbul karena
menentang kebijakan politik bani umayyah yang dianggap kejam. Ajaran mereka
yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah terpaksa karena semua
yang mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT. Jadi manusia tidak
tahu apa-apa.
d. Firqoh Qodariyah
Pertumbuhan
golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan bani umayah yang sangat
kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah SWT akan menghukum orang
orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada orang –orang yang berbuat
baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri dan memilih perbuatan yang
baik ataupun buruk. Jika Allah menentukan terlebih dahulu nasib kita maka Allah
itu dzalim.
F. Hubungan
Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu lain
1. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Fikih
Ilmu Kalam mengarahkan sasarannya kepada soal-soal
kepercayaan (aqidah) sedangkan Fiqh sasarannya adalah hukum-hukum perbuatan
lahiriyah mukallaf (ahkam al amaliah).
Ilmu Kalam dapat menguatkan aqidah dan syari’ah. Sedangkan
Ilmu Fiqh berusaha mengambil hukum sesuatu yang tidak dijelaskan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya.
2. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Tasawwuf
Objek kedua ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan
ketuhanan.Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan-Nya. Sementara objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni
upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
3. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Falsafah
Ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki
hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan dan keagamaan.
Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian intelektual melalui pengamatan dari
kajian langsung.Ilmu kalam berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama yang sangat
tampak nilai-nilai ketuhananya. Sedangkan filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional.
G. Peranan
Ilmu Kalam dalam Kehidupan
1. Memahami kembali makna ajaran islam dengan argumen logika
yang benar
Al
Quran mengajak manusia memecahkan sesuatu problema dengan cara yang pasti
berdasarkan dalil-dalil pikiran dan intuisional yang masuk akal dan diterima
jiwa. Unsur keimanan menjadi sangat penting
dalam memaknai kehidupan, karena boleh jadi yang kita anggap benar menurut
nalar, tidak demikian menurut al Quran.
Fitrah
beragama ini dipupuk oleh al Quran dengan anjuran melihat alam sekeliling
manusia sehingga imannya bertambah diantaranya dengan merenung dan berfikir
bagaimana kejadian di langit dan bumi yang dicipta Allah dengan penuh
kesungguhan, Allah mencipta alam raya dengan
tidak sia-sia yakni, pasti ada pada tujuan dari pencipaanya bagi
kehidupan manusia (QS. Ali Imran [3]: 190-191)
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.
2.
Memahami
keberagaman keyakinan dengan sikap toleran
Ketika agama menjadi persoalan keyakinan yang sangat fundamental,
masalah toleransi dan pemahaman atas posisi masing-masing penganut keyakinan
menjadi kunci penting bagi keselarasan dan keharmonisan kehidupan beragama.
Apalagi, hidup di tengah negara yang sejak awal telah terlahir sebagai bangsa
yang sarat dengan kemajemukan budaya dan warna teologi sebagai penyelaras
hubungan antara umat dengan Tuhannya.
Jika orang memahami sejarah pemikiran di
dalam Islam tentang munculnya aneka pemahaman aliran itu, dianggap sebagai
realitas sejarah dan tidak lantas dianggap sebagai sesuatu yang baru. Salah
satu sikap yang dapat dikembangkan adalah mengembangkan sikap saling memahami
posisi masing-masing. Selanjutnya, mengembangkan sikap yang lebih arif
(bijaksana) dalam melihat implikasi-implikasi atas satu tindakan.
H. Kesimpulan
1.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan (agama islam) dengan bukti-bukti yang yakin.
Atau Ilmu yang membahas soal-soal
keimanan yang bersumber pada Al-Qur’an, hadits, pemikiran manusia, dan
insting.
2.
Ilmu kalam berfungsi sebagai ilmu
yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan pada diri seseorang dari
ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam adalah rasio yang didukung
dengan Al Qur’an dan Hadist. Sekuat apapun kebenaran rasional akan dibatalkan
jika memang berlawanan dengan Al Qur’an Hadits.
3.
Sejarah munculnya
ilmu kalam adalah ketika Rasulullah meninggal dunia dan peristiwa terbunuhnya
Usman Bin Affan diman antara golongan yang satu dengan yang lain saling
mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar. Terutama setelah
terjadinya perang jamal dan perang siffin yang diakhiri dengan peristiwa
tafkhim.
Comments
Post a Comment