An-Nisa' 4:36
Terjemah Indonesia
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri,
Indonesian - Tafsir Jalalayn
(Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut (kepada karib kerabat) atau kaum keluarga (anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat) teman seperjalanan atau satu profesi bahkan ada pula yang mengatakan istri (ibnu sabil) yaitu yang kehabisan biaya dalam perjalanannya (dan apa-apa yang kamu miliki) di antara hamba sahaya. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) atau takabur (membanggakan diri) terhadap manusia dengan kekayaannya.
Indonesian - Tafsir ibn Kathir
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Dia semata, tiada sekutu bagi Dia. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Yang memberi nikmat, Yang memberikan karunia kepada makhluk-Nya dalam semua waktu dan keadaan. Dialah Yang berhak untuk disembah oleh mereka dengan mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam sabda Nabi Saw. kepada Mu'az ibnu Jabal:
"Tahukah kamu, apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?" Mu'az menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. bersabda, "Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Antara lain Nabi Saw. bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah, apabila mereka mengerjakan hal tersebut? Yaitu Dia tidak akan mengazab mereka.
Kemudian Nabi Saw. mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah Swt. menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam 'adam sampai ke alam wujud. Sering sekali Allah Swt. menggandengkan antara perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Luqman:14)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu (Al Israa':23)
Kemudian berbuat baik kepada ibu bapak ini diiringi dengan perintah berbuat baik kepada kaum kerabat dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:
Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, tetapi kepada kerabat adalah sedekah dan silaturahmi.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
<i>...dan (berbuat baiklah kepada) anak-anak yatim.</i>
Demikian itu karena mereka telah kehilangan orang yang mengurus kemaslahatan mereka dan orang yang memberi mereka nafkah. Maka Allah memerintahkan agar mereka diperlakukan dengan baik dan dengan penuh kasih sayang.
Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
<i>dan (berbuat baiklah kepada) orang-orang miskin.</i>
Mereka adalah orang-orang yang memerlukan uluran tangan karena tidak menemukan apa yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka Allah memerintahkan agar mereka dibantu hingga kebutuhan hidup mereka cukup terpenuhi dan terbebaskan dari keadaan daruratnya. Pembahasan mengenai fakir miskin ini akan disebutkan secara rinci dalam tafsir surat Bara’ah (surat At-Taubah).
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>...dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.</i>
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan jari dzil qurba ialah tetangga yang antara kamu dan dia ada hubungan kerabat, sedangkan jaril junub ialah tetangga yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kerabat.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Maimun ibnu Mihran, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan dan Qatadah.
Banyak hadis yang menganjurkan berbuat baik kepada tetangga, berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah, hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Umar ibnu Muhammad ibnu Zaid, bahwa ia pernah mendengar Muhammad menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing dengan melalui Muhammad ibnu Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran, dari Talhah ibnu Abdullah, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Untuk itu ia mengatakan: "Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga. maka kepada siapakah aku akan mengirimkan hadiah (kiriman) ini?" Nabi Saw. bersabda, "Kepada tetangga yang pintunya lebih dekat kepadamu."
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>dan (berbuat baiklah kepada) teman-teman sejawat.</i>
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Ali dan Ibnu Mas'ud, yang dimaksud ialah istri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, dan Sa'id ibnu Jubair dalam salah satu riwayatnya yang menyatakan hal selain itu.
Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud adalah tamu. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah teman seperjalanan.
Adapun Ibnu Sabil, menurut Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang dimaksud adalah tamu. Menurut Mujahid, Abu Ja'far, Al-Baqir, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Muqatil, yang dimaksud dengan Ibnu Sabil ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang mampir kepadamu. Pendapat ini lebih jelas, sekalipun pendapat yang mengatakan "tamu" bermaksud orang yang dalam perjalanan, lalu bertamu, pada garis besarnya kedua pendapat bermaksud sama.
Pembahasan mengenai Ibnu Sabil ini akan diketengahkan secara rinci dalam tafsir surat Al-Bara’ah (surat At-Taubah). Hanya kepada Allah mohon keperca-yaan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.</i>
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya, karena hamba sahaya adalah orang yang lemah upayanya, dan dikuasai oleh orang lain. Karena itu, terbukti bahwa Rasulullah Saw. mewasiatkan kepada umatnya dalam sakit yang membawa kewafatannya melalui sabdanya yang mengatakan:
Salat, salat, dan budak-budak yang kalian miliki!
Maka beliau Saw. mengulang-ulang sabdanya hingga lisan beliau kelihatan terus berkomat-kamit mengatakannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali kamu beri makan dirimu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan anakmu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan istrimu melainkan hal itu sedekah bagimu, dan tidak sekali-kali kamu beri makan pelayanmu melainkan hal itu sedekah bagimu.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah, sanad hadis berpredikat sahih.
Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Qahriman (pegawai)nya, "Apakah engkau telah memberikan makanan pokok kepada budak-budak?" Ia menjawab, "Belum." Abdullah ibnu Amr berkata, "Berangkatlah sekarang dan berikanlah makanan pokok itu kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:
'Cukuplah dosa seseorang, bila ia menahan makanan pokok terhadap hamba sahayanya.’
Hadis riwayat Imam Muslim.
Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya, dan tidak boleh dibebani dengan pekerjaan melainkan sebatas kemampuannya.
Hadis riwayat Imam Muslim pula.
Dari Abu Hurairah r.a. pula, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa. Nabi Saw. pernah bersabda:
Apabila pelayan seseorang di antara kalian datang menyuguhkan makanan, lalu ia tidak mau mempersilakan pelayan untuk makan bersamanya, maka hendaklah ia memberikan kepadanya sesuap atau dua suap makanan, sepiring atau dua piring makanan, karena sesungguhnya pelayanlah yang memasak dan yang menghidangkannya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Sahih Bukhari, sedangkan menurut lafaz Imam Muslim adalah seperti berikut:
Hendaklah ia mempersilakan pelayannya untuk makan bersamanya, dan jika makanan tersebut untuk orang banyak lagi sedikit, maka hendaklah ia memberinya makanan di tangannya barang sesuap atau dua suap makanan.
Dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Mereka (para pelayan) adalah saudara-saudara kalian lagi budak-budak kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan, dan hendaklah ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan, dan jika kalian terpaksa membebani mereka (dengan pekerjaan berat), maka bantulah mereka.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.</i>
Yakni congkak, takabur, dan sombong terhadap orang lain, dia melihat bahwa dirinya lebih baik daripada mereka. Dia merasa dirinya besar, tetapi di sisi Allah hina dan di kalangan manusia dibenci.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.</i>
Yang dimaksud dengan mukhtal ialah takabur dan sombong. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya:
</i>...lagi membangga-banggakan diri.</i>
Tidak pernah bersyukur kepada Allah Swt. setelah diberi nikmat oleh-Nya, bahkan dia berbangga diri terhadap orang-orang dengan karunia nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepadanya, dan dia orang yang sedikit bersyukur kepada Allah atas hal tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Abu Raja Al-Harawi yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai orang yang jahat perangainya kecuali ada pada diri orang yang sombong lagi membangga-banggakan dirinya, lalu ia membacakan firman-Nya:
<i>dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.</i>, hingga akhir ayat.
Tidak pernah ia jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya kecuali ada pada diri orang sombong lagi durhaka, lalu ia membacakan firman-Nya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam:32)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Al-Awwam ibnu Hausyab hal yang semisal sehubungan dengan makna mukhtal (sombong) dan fakhur (membangga-banggakan diri). Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syiklikhir yang mengatakan bahwa Mutarrif pernah menceritakan bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar yang membuatnya ingin sekali bersua dengan Abu Zar. Lalu ia menjumpai Abu Zar. Aku (Mutarrif) bertanya, "Hai Abu Zar, telah sampai kepadaku bahwa dirimu pernah menduga bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, 'Sesungguhnya Allah menyukai tiga orang dan membenci tiga orang'." Abu Zar menjawab, "Memang benar, kamu tentu percaya bahwa aku tidak akan berdusta kepada kekasihku (Nabi Saw.)," sebanyak tiga kali. Aku bertanya, "Lalu siapakah tiga macam orang yang dibenci oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab, "Orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. Bukankah kamu pun telah menjumpainya di dalam Kitabullah yang ada pada kalian?" Kemudian Abu Zar r.a. membacakan firman-Nya:
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.</i>
Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Tamimah, dari seorang lelaki dari kalangan Banil Hujaim yang menceritakan: Aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan sekali-kali kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya memanjangkan kain merupakan sikap orang yang sombong, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai (orang yang bersikap) sombong."
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔاۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Terjemah Indonesia
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri,
Indonesian - Tafsir Jalalayn
(Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut (kepada karib kerabat) atau kaum keluarga (anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang karib) artinya yang dekat kepadamu dalam bertetangga atau dalam pertalian darah (dan kepada tetangga yang jauh) artinya yang jauh daripadamu dalam kehidupan bertetangga atau dalam pertalian darah (dan teman sejawat) teman seperjalanan atau satu profesi bahkan ada pula yang mengatakan istri (ibnu sabil) yaitu yang kehabisan biaya dalam perjalanannya (dan apa-apa yang kamu miliki) di antara hamba sahaya. (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) atau takabur (membanggakan diri) terhadap manusia dengan kekayaannya.
Indonesian - Tafsir ibn Kathir
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Dia semata, tiada sekutu bagi Dia. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Yang memberi nikmat, Yang memberikan karunia kepada makhluk-Nya dalam semua waktu dan keadaan. Dialah Yang berhak untuk disembah oleh mereka dengan mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam sabda Nabi Saw. kepada Mu'az ibnu Jabal:
"Tahukah kamu, apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?" Mu'az menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. bersabda, "Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Antara lain Nabi Saw. bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah, apabila mereka mengerjakan hal tersebut? Yaitu Dia tidak akan mengazab mereka.
Kemudian Nabi Saw. mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah Swt. menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam 'adam sampai ke alam wujud. Sering sekali Allah Swt. menggandengkan antara perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Luqman:14)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu (Al Israa':23)
Kemudian berbuat baik kepada ibu bapak ini diiringi dengan perintah berbuat baik kepada kaum kerabat dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:
Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, tetapi kepada kerabat adalah sedekah dan silaturahmi.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
<i>...dan (berbuat baiklah kepada) anak-anak yatim.</i>
Demikian itu karena mereka telah kehilangan orang yang mengurus kemaslahatan mereka dan orang yang memberi mereka nafkah. Maka Allah memerintahkan agar mereka diperlakukan dengan baik dan dengan penuh kasih sayang.
Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
<i>dan (berbuat baiklah kepada) orang-orang miskin.</i>
Mereka adalah orang-orang yang memerlukan uluran tangan karena tidak menemukan apa yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka Allah memerintahkan agar mereka dibantu hingga kebutuhan hidup mereka cukup terpenuhi dan terbebaskan dari keadaan daruratnya. Pembahasan mengenai fakir miskin ini akan disebutkan secara rinci dalam tafsir surat Bara’ah (surat At-Taubah).
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>...dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.</i>
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan jari dzil qurba ialah tetangga yang antara kamu dan dia ada hubungan kerabat, sedangkan jaril junub ialah tetangga yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kerabat.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Maimun ibnu Mihran, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan dan Qatadah.
Banyak hadis yang menganjurkan berbuat baik kepada tetangga, berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah, hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Umar ibnu Muhammad ibnu Zaid, bahwa ia pernah mendengar Muhammad menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing dengan melalui Muhammad ibnu Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran, dari Talhah ibnu Abdullah, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Untuk itu ia mengatakan: "Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga. maka kepada siapakah aku akan mengirimkan hadiah (kiriman) ini?" Nabi Saw. bersabda, "Kepada tetangga yang pintunya lebih dekat kepadamu."
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang sama.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>dan (berbuat baiklah kepada) teman-teman sejawat.</i>
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Asy-Sya'bi, dari Ali dan Ibnu Mas'ud, yang dimaksud ialah istri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, dan Sa'id ibnu Jubair dalam salah satu riwayatnya yang menyatakan hal selain itu.
Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud adalah tamu. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah teman seperjalanan.
Adapun Ibnu Sabil, menurut Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang dimaksud adalah tamu. Menurut Mujahid, Abu Ja'far, Al-Baqir, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Muqatil, yang dimaksud dengan Ibnu Sabil ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang mampir kepadamu. Pendapat ini lebih jelas, sekalipun pendapat yang mengatakan "tamu" bermaksud orang yang dalam perjalanan, lalu bertamu, pada garis besarnya kedua pendapat bermaksud sama.
Pembahasan mengenai Ibnu Sabil ini akan diketengahkan secara rinci dalam tafsir surat Al-Bara’ah (surat At-Taubah). Hanya kepada Allah mohon keperca-yaan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.</i>
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya, karena hamba sahaya adalah orang yang lemah upayanya, dan dikuasai oleh orang lain. Karena itu, terbukti bahwa Rasulullah Saw. mewasiatkan kepada umatnya dalam sakit yang membawa kewafatannya melalui sabdanya yang mengatakan:
Salat, salat, dan budak-budak yang kalian miliki!
Maka beliau Saw. mengulang-ulang sabdanya hingga lisan beliau kelihatan terus berkomat-kamit mengatakannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Bujair ibnu Sa'd. dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali kamu beri makan dirimu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan anakmu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan istrimu melainkan hal itu sedekah bagimu, dan tidak sekali-kali kamu beri makan pelayanmu melainkan hal itu sedekah bagimu.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah, sanad hadis berpredikat sahih.
Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Qahriman (pegawai)nya, "Apakah engkau telah memberikan makanan pokok kepada budak-budak?" Ia menjawab, "Belum." Abdullah ibnu Amr berkata, "Berangkatlah sekarang dan berikanlah makanan pokok itu kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:
'Cukuplah dosa seseorang, bila ia menahan makanan pokok terhadap hamba sahayanya.’
Hadis riwayat Imam Muslim.
Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya, dan tidak boleh dibebani dengan pekerjaan melainkan sebatas kemampuannya.
Hadis riwayat Imam Muslim pula.
Dari Abu Hurairah r.a. pula, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa. Nabi Saw. pernah bersabda:
Apabila pelayan seseorang di antara kalian datang menyuguhkan makanan, lalu ia tidak mau mempersilakan pelayan untuk makan bersamanya, maka hendaklah ia memberikan kepadanya sesuap atau dua suap makanan, sepiring atau dua piring makanan, karena sesungguhnya pelayanlah yang memasak dan yang menghidangkannya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Sahih Bukhari, sedangkan menurut lafaz Imam Muslim adalah seperti berikut:
Hendaklah ia mempersilakan pelayannya untuk makan bersamanya, dan jika makanan tersebut untuk orang banyak lagi sedikit, maka hendaklah ia memberinya makanan di tangannya barang sesuap atau dua suap makanan.
Dari Abu Zar r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Mereka (para pelayan) adalah saudara-saudara kalian lagi budak-budak kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan, dan hendaklah ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan, dan jika kalian terpaksa membebani mereka (dengan pekerjaan berat), maka bantulah mereka.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
<b>Firman Allah Swt.:</b>
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.</i>
Yakni congkak, takabur, dan sombong terhadap orang lain, dia melihat bahwa dirinya lebih baik daripada mereka. Dia merasa dirinya besar, tetapi di sisi Allah hina dan di kalangan manusia dibenci.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.</i>
Yang dimaksud dengan mukhtal ialah takabur dan sombong. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya:
</i>...lagi membangga-banggakan diri.</i>
Tidak pernah bersyukur kepada Allah Swt. setelah diberi nikmat oleh-Nya, bahkan dia berbangga diri terhadap orang-orang dengan karunia nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepadanya, dan dia orang yang sedikit bersyukur kepada Allah atas hal tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Abu Raja Al-Harawi yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai orang yang jahat perangainya kecuali ada pada diri orang yang sombong lagi membangga-banggakan dirinya, lalu ia membacakan firman-Nya:
<i>dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.</i>, hingga akhir ayat.
Tidak pernah ia jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya kecuali ada pada diri orang sombong lagi durhaka, lalu ia membacakan firman-Nya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam:32)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Al-Awwam ibnu Hausyab hal yang semisal sehubungan dengan makna mukhtal (sombong) dan fakhur (membangga-banggakan diri). Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syiklikhir yang mengatakan bahwa Mutarrif pernah menceritakan bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar yang membuatnya ingin sekali bersua dengan Abu Zar. Lalu ia menjumpai Abu Zar. Aku (Mutarrif) bertanya, "Hai Abu Zar, telah sampai kepadaku bahwa dirimu pernah menduga bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, 'Sesungguhnya Allah menyukai tiga orang dan membenci tiga orang'." Abu Zar menjawab, "Memang benar, kamu tentu percaya bahwa aku tidak akan berdusta kepada kekasihku (Nabi Saw.)," sebanyak tiga kali. Aku bertanya, "Lalu siapakah tiga macam orang yang dibenci oleh Allah itu?" Abu Zar menjawab, "Orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. Bukankah kamu pun telah menjumpainya di dalam Kitabullah yang ada pada kalian?" Kemudian Abu Zar r.a. membacakan firman-Nya:
<i>Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.</i>
Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Tamimah, dari seorang lelaki dari kalangan Banil Hujaim yang menceritakan: Aku pernah berkata, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan sekali-kali kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya memanjangkan kain merupakan sikap orang yang sombong, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai (orang yang bersikap) sombong."
Comments
Post a Comment