Skip to main content

PENGERTIAN FILSAFAT ETIKA

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).
Macam-macam etika
a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.
b. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.
c. Meta etika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).
Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol. Pertama, pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi komunikasi. Bagaimana seseorang dari suatu kebudayaan harus berperilaku dalam kebudayaan lain. ini menyangkut lingkup pribadi. Kedua, masalah etis baru yang dulu tidak terduga, terutama yang dibangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya dengan dideklarasikannya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948.
Moral dan Hukum
Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapat pepatah quid leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sedikitnya ada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastian lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlu banyak diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga aspek batiniah. Ketiga, sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan moral sanksinya lebih bersifat ke dalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang, biarpun perbuatan itu tidak diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatan tidak baik itu diketahui umum, sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat, hukum dapat diputuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral menilai hukum dan bukan sebaliknya.
[Disarikan dari K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia, 2000, h. 3-45]
2 Teori Etika: Utilitarisme dan Deontologi
Salah satu cabang filsafat yaitu filsafat moral. Tampaknya filsafat moral tidak begitu lazim terdengar di telinga dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari jarang sekali yang menyebut filsafat moral tetapi etika. Benar, nama lain dari filsafat moral adalah etika. Jadi tidak usah dibingungkan dengan apa perbedaan filsafat moral dengan etika karena perbedaannya hanya terletak pada tulisannya saja. Pada tulisan sebelumnya sudah dibedakan antara etika dengan etiket, jadi silakan terlebih dahulu membaca Definisi Etika: Pengenalan Terhadap Filsafat Moral.
Ada 2 teori besar etika yang harus diketahui dan dipelajari terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kasus nyata yang erat dengan persoalan etika. Pembelajaran teori etika terlebih dahulu berguna untuk memperoleh kemudahan dalam mengupas persoalan etika. Jadi akan tahu betul teori etika apa yang sebaiknya digunakan untuk meninjau suatu kasus.
Utilitarisme
Teori ini menjadi terkenal sejak disistematisasikan oleh filsuf Inggris bernama John Stuart Mill dalam bukunya yang berjudul On Liberty. Sesuai dengan namanya utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat”. Teori ini menekankan pada perbuatan yang menghasilkan manfaat, tentu bukan sembarang manfaat tetapi manfaat yang paling banyak membawa kebahagiaan bagi banyak orang.
Dikaitkan dengan demokrasi tampaknya teori ini erat kaitannya. Dalam pemilihan suara pada Pemilihan Umum (PEMILU) suatu negara yang menganut asas demokrasi, calon presiden dengan suara terbanyak adalah presiden yang memenangkan pemilu. Meski pun perbandingannya hanya 49% dengan 51% tetap saja calon yang memperoleh suara terbanyak akan menang. Demikian pula dengan implementasi utilitarisme
Meski pun sudah dialami manfaat dari utilitarisme bukan berarti utilitarisme secara teoritis tidak memiliki masalah. Jika semua yang dikategorikan sebagai baik hanya diperoleh dari manfaat terbanyak bagi orang terbanyak, maka apakah akan ada orang yang dikorbankan? Anggap saja ada anjing gila, anjing tersebut suka menggigit orang yang lewat. 7 dari 10 orang menyarankan anjing tersebut dibunuh sedangkan 3 lainnya menyarankan dibunuh. Penganut utilitarisme akan menjawab tentu yang baik jika anjing itu dibunuh. Lalu saran 3 orang tadi dikemanakan? Apakah mereka harus menerima itu begitu saja? Kalau menurut teori ini YA.
Kasus di atas hanyalah sebatas anjing bagaimana jika manusia? Bukan tidak mungkin hal ini terjadi bahkan sudah terjadi, tentu dalam perkembangan peradaban ada sejarah diskriminasi ras mau pun etnis. Kasus diskriminasi ras kulit hitam dan diskriminasi etnis Tionghoa sebelum tahun 1997 tampaknya tidak terdengar asing lagi di telinga. Salah satu sebab mereka didiskriminasikan karena mereka minoritas, dan mayoritas berhak atas mereka. Oleh utilitarisme hal ini dibenarkan selama diskriminasi membawa manfaat.
Dibalik kengerian dari aplikasi teori utilitarisme ini, ada pula hal yang melegakan. Salah satunya adalah ketika berkenaan dengan bisnis dan keuangan. Perhitungan ala utilitaris ini dapat berlaku sebagai tinjauan atas keputusan yang akan diambil. Mengingat dalam keuangan yang ada kebanyakan adalah angka-angka, jadi keputusan dapat diambil secara mudah berdasarkan jumlah terbanyak bagi manfaat terbanyak.
Teori ini juga dikatakan sebagai konsekuensionalisme karena segala keputusan diambil atas tinjauan konsekuensi. Konsekuensi paling menguntungkan adalah konsekuensi yang akan diambil.
Deontologi
Teori deontologi sebenarnya sudah ada sejak periode filsafat Yunani Kuno, tetapi baru mulai diberi perhatian setelah diberi penjelasan dan pendasaran logis oleh filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant.
kata deon berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya.
Lalu apa itu kewajiban menurut deontologi? Sulit untuk mendefinisikannya namun pemberian contoh mempermudah dalam memahaminya. Misalnya, tidak boleh menghina, membantu orang tua, membayar hutang, dan tidak berbohong adalah perbuatan yang bisa diterima secara universal. Jika ditanya secara langsung apakah boleh menghina orang? Tidak boleh, apakah boleh membantu orang tua? Tentu itu harus. Semua orang bisa terima bahwa berbohong adalah buruk dan membantu orang tua adalah baik. Nah, kira-kira seperti itulah kewajiban yang dimaksud.
Jika dibandingkan dengan utilitarisme coba perhatikan lagi contoh anjing yang akan dieksekusi karena voting terbanyak mengatakan demikian. Dalam deontologi tidak demikian, jumlah terbanyak bukanlah ukuran yang menentukan kebaikan tetapi prinsiplah yang menentukan yaitu prinsip bahwa pembunuhan adalah perbuatan buruk dan bagaimana pun juga anjing itu tidak boleh dibunuh
Socrates

FILSAFAT ETIKA DAN MORAL KANT

Imanuel Kant, terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih banyak berbicara tentang filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena dia bisa disebut sebagai pemersatu antara filsafat Rasionalisme dan Emipirisme. Tapi ternyata usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang kita kenal filsafat positivisme --logis-- dan idealisme. Tulisan ini hanya sedikit rangkuman tentang filsafat etika dan moral Imanuel Kant, karena saya sendiri masih 'mau' belajar tentang filsafatnya, dan selalu tidak ada waktu saja untuk itu :-( Tapi lain kali akan saya update tulisan ini. Du kannst, denn du sollst! Kita wajib, karena kita bisa (melakukannya)! Filsafat kritis adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisme harus dianggap sebagai dogmatisme, sebab filsafat itu percaya ,mentah mentah pada kemampuan rasaio tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Pemutarbalikan Kopernikan (Kopernikanische Wende): "Sebelum Kant: kebenaran dimengerti sebagai "pencocokan intelek terhadap realitas" (adaequatio intellectus ad rem), sejak Kant kebenaran itu lebih merupakan "pencocokan realitas terhadap intelek" (adaequatio rei ad intellectum) "Objeklah yang mengarahkan diri kepada subjek untuk diproses menjadi pengetahuan, bukan subjek (manusia, "aku") mengarahkan diri pada objek (benda, "dunia") Inggris: Englightenment Perancis: Illuminism (?) Jerman: Aufkl Arung Semboyan: Sapere Aude! (Beranilah berfikir sendiri) Horace, filsuf Romawi Gerakan Pietisme di Jerman Doa tidak perlu karena toh Tuhan sudah tau kebutuhan dan isi hati kita. Gereja sejati tidak berada dalam organisasi mamna pun atau dalam ajaran-ajaran teologi, melainkan dio dalam hati orang yang percaya dan shaleh. Tingkah laku shaleh (baik) daripada ajaran teologis. Adanya Allah, berkehendak bebas, dan kebaaan jiwa tidak bisa dibuktikan secara teoritis, melainkan perlu diterima sebagai postulat budi praktis (praktishen vernunft)-yakni sebagai Idea-yang menyangkut kewajiban kita menaati hukum moral (Sittengesetz) Rasionalisme: Leibniz & Wolff Adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan sejati adalah akal budi (rasio).

Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan akal budi; akal budi sendiri tidak memerlukan pengalaman. Akal budi dapat menurunkan kebenaran2 dari dirinya sendiri, yakni berdasarkan azas-azas yang pertama dan pasti. Metode kerjanya bersifat deduktif. Monade: bersifat metafisik, 3 macam monade Empirisme: Hume (empeiria=pengalaman nyata, bhs.Yunani) Pengalamanlah yang menjadi sumber utama pengetahuan, baik pengalaman lahirian maupun pengalaman batiniah. Akal budi bukan sumber pengetahuan, tetapi ia bertugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman menjadi pengetahuan. Metodenya bersifat induktif. Kesan-kesan (impression) Pengertian-pengertian atu idea-idea (ideas) ' diperoleh secara tidak langsung daripengalaman "kepercayaan" (belief) ' skepsisisme Hume: tidak pernah dicapai suatu kepastian, yang ada kemungkinan Pandangan Hume thd manusia: "Aku" bukanlah substansi, melainkan "serangkaian atau kumpulan kesan-kesan yang silih berganti dengan kecepatan yang tak terbayangkan". Tidak ada "Aku" yang berdiri sendiri; yang bisa dijumpai adalah "Aku yang marah", "Aku yang sakit", "Aku yang kedinginan" Kausalitas (prinsip sebab-akibat): pengulangan berkali-kali pengalaman serupa, hanya memperlihatkan urutan-urutan gejala Critique of Pure Reason 3 macam putusan:

1. Putusan analitis: di sini predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat didalamnya (misalnya: lingkaran adalah bulat).

2. Putusan sistesis aposteriori: di sini predkat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, misalnya pernyataan "Meja itu bagus".

3. Putusan sistesis a priori: di sini dipakai suatu sumber [engetahuan yang kendati bersifat sistensis, namun toh bersifat a priori juga. Misalnya, putusan berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya" Hirarki proses pengetahuan manusia:
1. Tingkat penyerapan inderawi (Sinneswahrnehmung), tingkat yang paling rendah Ruang dan waktu adalah a priori sensibilitas, sudah berakar dalam struktur subjek
2. Tingkat akal budi (Verstand) yang berhubungan dengan realitas empiris 12 kategori2 yang merupakan ide-ide baawaan/ bersifat asasi, yang menunjukan Kuantitas (kesatuan, kejamakan, keutuhan) Kualitas (realitas, negasi, pembatasan) Relasi (substansi dan aksidens, sebabakibat atau kausalitas, interaksi) Modalitas (mungkin/mustahil, ada.tiada, keperluan/kebetulan)
3. Tingkat budi atau intelek (Verfnunft) Idea (Idee) paham metafisik yang absolut yang sama sekali lebas dari unsur2 empiris 3 Idea transendenta, tidak bisa diketahui oleh pengalaman karena berada dalam dunia noumenal (noumenon, bukan pahinomenon, bhs. Yunani), merupakan postulat-postulat atau aksioma-aksioma epistemologis yang berada diluar jangkauan pembuktian teoritis-empiris:
1. Idea psikologis (jiwa)
2. Idea kosmologis (dunia)
3. Idea teologis (Allah)
Mengenal filsafat etika
Alkisah, seorang gadis cantik tengah dilanda kebingungan. Betapa tidak, ia dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit. Kalau memilih pilihan pertama, ia tidak sampai hati mengabaikan pilihan kedua.
Namun, seandainya ia memilih yang kedua, ia pun tidak tega untuk meninggalkan pilihan pertama. Kedua pilihan tersebut sama baiknya, sama bermanfaatnya, nyaris sama bobotnya, namun bertolak belakang. Pilihan pertama, ia harus menikah dengan lelaki pilihan orangtuanya.
Lelaki ini tidak sembarangan, ia mapan, pintar, taat beragama, lumayan ganteng, dan berasal dari keluarga terhormat pula. Orangtua si gadis tidak memberi alternatif lain, selain ia harus menikah dengan pilihan mereka.
Padahal, pada saat yang bersamaan, si gadis sudah memiliki calon yang sangat dicintainya. Walau tidak semapan lelaki pertama, ia sudah merasa cocok dengan pilihannya tersebut. Bahkan, di antara mereka sudah terucap janji setia untuk segera melangkah ke pelaminan.
Pilihan manakah yang terbaik? Kedua-duanya terlihat baik. Menikah adalah kebaikan, bernilai ibadah malah, patuh kepada orangtua pun juga baik. Namun, pada sisi lain, memegang teguh janji yang sudah terucap tidak kalah pula kebaikannya. Sudah cukup dikatakan buruk ketika seorang kekasih mengkhianati kekasihnya!
Sejatinya, si gadis cantik dalam kisah ini, tengah mengalami permasalahan etika. Ia dituntut untuk memilih dua hal yang sama baiknya, sama etisnya, akan tetapi saling bertentangan sehingga salah satu di antaranya harus dikorbankan. Dengan demikian, manakah yang terbaik?
Apakah baik mengkhianati cinta demi berbakti kepada orangtua? Atau, mengorbankan perasaan orangtua demi membahagiakan sang kekasih?
Pada hakikatnya, sejak dahulu hingga sekarang, manusia senantiasa bertanya tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Betapa tidak, selama hidupnya ia selalu di hadapkan pada pilihan-pilihan etis yang seringkali tidak bisa dijawab oleh agama dan ilmu pengetahuan.
Inilah yang kemudian melahirkan sebuah aliran dalam filsafat yang disebut filsafat etika. Sederhananya, etika adalah sebuah aliran filsafat yang berusaha memecahkan persoalan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk.
Dalam sejarah perkembangan ilmu, aliran etika merupakan aliran pertama dalam filsafat, dengam Socrates -sang mahaguru para filsuf- sebagai pelopornya. Ada dua pertanyaan penting yang mendasari filsafat etika, yaitu:
1.     Apa yang dimaksud hidup yang baik itu? What is the good life? 
2.     Bagaimana kita bertingkah laku? How should we act?
Pada perkembangan selanjutnya, pembahasan dalam filsafat etika berkutat pada tiga “rukun iman” yang senantiasa ada dalam sebuah perbuatan, sebagai jawaban dari dua pertanyaan inti tersebut, yaitu:
1.     Pelaku atau orang yang melakukan tindakan (agent)
2.     Tindakan atau kelakuan (deontologis)
3.     Akibat dari perbuatan tersebut (effect)
Apa maksudnya? Menurut para penganut rukun yang pertama, sesuatu itu dikatakan baik dan benar kalau dilakukan oleh orang-orang yang baik. Jadi, baik dan buruk sangat ditentukan oleh pelaku atau subjek.
Rukun pertama etika ini kemudian melahirkan aliran-aliran dalam etika, di antaranya legalisme (etika hukum), bahwa baik dan buruk ditentukan sepenuhnya oleh hukum.
Hal ini berbeda dengan penganut rukun etika yang kedua. Menurut mereka baik dan benar sangat didasarkan pada tindakan atau perbuatan itu sendiri, bahwa perbuatan yang baik itu sudah baik dari sananya, terlepas dari siapa pelakunya dan apa akibatnya.
Berlaku jujur itu adalah baik dan ia tidak bisa diganggu gugat. Menolong orang itu merupakan sebuah kebaikan, baik itu dilakukan oleh seorang pencuri maupun seorang kiai.
Rukun kedua etika ini kemudian melahirkan beberapa aliran etika, semacam virtue ethics yang menyatakan bahwa benar dan salah itu didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang bisa membawa orang menjadi lebih baik.
Adapun menurut rukun etika yang ketiga, baik dan benarnya suatu perbuatan didasarkan pada akibat yang ditimbulkannya. Suatu perbuatan dianggap baik apabila membawa akibat (konsekuensi) yang baik dan menguntungkan.
Sebaliknya, suatu perbuatan dianggap buruk apabila membawa akibat yang buruk dan tidak menguntungkan -baik bagi diri sendiri maupun orang banyak. Rukun etika yang ketiga ini melahirkan aliran-aliran semacam egoisme, emotivisme, hedonisme.

Ketiganya menekankan pada kebaikan, kepuasan diri, dan utilitarianism yang menyatakan bahwa suatu perbuatan disebut baik kalau membawa manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang.

Comments

Popular posts from this blog

EFEKTIVITAS METODE EKSPLORASI MASALAH MATEMATIS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran eksplorasi masalah matematis (EMM) lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi dalam pengajaran matematika khususnya bentuk soal cerita pada siswa kelas IV di SD IT Al Anwar Mayong Jepara tahun pelajaran 2018/2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dengan pendekatan kuantitatif, desain penelitian eksperimen murni (true experimental). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD IT Al Anwar Mayong Jepara berjumlah 67 siswa. Sedangkan teknik pengumpulan sampelnya adalah Probability sampling dengan jenis rondom sampling. Selanjutnya dengan taraf kesalahan pengambilan sempel 1% didapatkan 63 sampel. Dimana, hasilnya kelas IV Ar rohim dengan jumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas Ar rahman sebanyak 31 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes, wawancara dan dokumentasi. Setelah dilakuk

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pendekatan Realistic Mathematics Education dan kemampuan berfikir kritis (2) Untuk mengetahui kemampuan berfikir kritis (3) Untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik kelas V. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan sesuai jenis penelitian, maka ini adalah penelitian korelasi. Disini peneliti mengambil lokasi di MI NU Tarbiyatul Islam Loram Wetan Jati Kudus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode angket dan tes. Sedangkan teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis deskriptif dan uji hipotesis asosiatif. Hasil penelitian yang didapatkan di antaranya yaitu (1) Pendekatan Realistic Mathematics Education sangat efektif karena hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi pendekatan Realistic Mathematics Education lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Model pembelajaran student facilitator and explaining pada mat a pelajaran pendidikan agama Islam materi mernahami tatacara sholat jumat di SMP Negeri 5 Blora. 2) Peningkatan kemampuan psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sho1at jumat di SMP Negeri 5 Blora. 3) Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Memahami Tatacara Sholat Jum'at di SMP Negeri 5 Blora Metode penelitian yang digunakan dalam peneIitian ini adalah yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui wawancara terhadap instansi yang terkait yaitu srvw Negeri 5 Blora, mengenai implementasi model pembelajaran student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampu.an psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sholat j