BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sekarang banyak
masalah-masalah yang melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
adalah masalah muamalah(akad, transaksi) dalam berbagai bidang . Karena masalah
muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat. Dari sekian banyak
transaksi atau akad yang ada, diantaranya adalah akad al-musyarakah.
Al- Musyarakah
merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal /expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. Musyarakah dalam perbankan Islam telah dipahami sebagai
suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan
jasa yang bermanfaat untuk masyarakat. Musyarakah dapat digunakan dalam setiap
kegiatan yang dijalankan untuk tujuan menghasilkan laba.
Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas tentang akad musyarakah.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengertian tentang al-Musyarakah?
2.
Apa dasar hukum (landasan
syariah) al-Musyarakah itu?
3.
Apa saja rukun dan syarat al-musyarakah?
4.
Apa saja jenis-jenis al-Musyarakah itu?
5.
Apa saja bentuk –bentuk al-musyarakah itu?
6.
Bagaimana aplikasi musyarakah dalam perbankaan?
7.
Bagaimana ketentuan umum dari al-Musyarakah?
8.
Apa manfaat dan resiko al-musyarakah itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al- Musyarakah
Musyarakah secara bahasa di ambil dari bahasa arab yang berarti
mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga
tidak dapat di pisahkan satu sama lain.
Musyarakah
merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim pembiayaan Syariah. Istilah
lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah.[1]
Kata Syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il
madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata
dasar), artinya menjadi sekutu atau syarikat
(kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa Arab, syirkah berarti mencampurkan
dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan
bagian lainnya. [2]
Al –Musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal /expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
B.
Dasar Hukum (Landasan Syariah)
1.
Al-Qur’an
ôMßgsù... âä!%2uà° Îû
Ï]è=W9$#
4 ...
“ ....maka mereka berserikat pada
sepertiga.....”(an-Nisa:12)
¨bÎ)ur
#ZÏVx. z`ÏiB
Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9
öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
“Dan
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh.”(Shaad:24)
2.
Al-Hadits
عَنْ
آبي هُرَيْرَ ةَ رَفَعَهُ قَا لَ اِنَّ اللهَ يَقولُ آَناَ ثَا لِثُ الشَّرِيكَيْنِ
ماَ لَمْ يَخُنْ آَحَدُ هُماَ صاَحِبَهُ
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah saw. Bersabda, “ sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, Aku
pihak dari ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya.” ( HR Abu Dawud No.2936, dalam kitab al-Buyu, dan
Hakim)
3.
Ijma’
Ibnu Qudamah
dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata,” kaum muslimin telah berkonsensus
terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dari beberapa elemen darinya.
C.
Rukun dan Syarat al-Musyarakah
1.
Rukun-rukun al-Musyarakah:
a.
Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
b.
Objek akad , yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh),
c.
Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
2.
Syarat-syarat al-musyarakah
Beberapa syarat
pokok musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
a.
Syarat akad
Ada empat
syarat akad:
1)
Syarat berlakunya akad (In’iqod)
2)
Syarat sahnya akad (shihah)
3)
Syarat terealisasikannya akad (Nafadz)
4)
Syarat Lazim
b.
Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan
harus dipenuhi hal-hal berikut:
1)
Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus
disepakati di awal kontrak/ akad. Jika proporsi belum ditetapkan , akad tidak
sah menurut syariah.
2)
Rasio /nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan
sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan
modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra
tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya.
c.
Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan
terdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut:
1)
Imam malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan
dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam
akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.
2)
Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda
dari proporsi modal yang disertakan.
3)
Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat
tengah-tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari
proporsi modal pada kondisi normal..
d.
Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap
mitra menanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya.
e.
Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa
modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid.
f.
Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap
mitra mempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha
patungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwa manajemen
perusahaan akan di dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra lain tidak
akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah.
g.
Penghentian musyarakah
1)
Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja
setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
2)
Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih
berjalan, kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan.
3)
Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak
mampu melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berhasil.
h.
Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang
mitra ingin mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan
usaha, maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama. [3]
D.
Jenis –jenis al- Musyarakah
Al- musyarakah ada dua jenis:
1.
Musyarakah pemilikan
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi
lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih .
2.
Musyarakah akad (kontrak)
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
Musyarakah akad dibagi menjadi lima jenis:
a.
Syirkah al- ‘Inan yaitu kontrak antara dua orang atau lebih.
b.
Syirkah mufawadhah yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih.
c.
Syirkah A’maal yaitu kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagai keuntungan dari pekerjaan itu.
d.
Syirkah Wujuh yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis.
e.
Syirkah al-mudharabah yaitu syirkah
yang apabila terjadi keuntungan maka dibagi hasil sesuai nisbah yang disepakati
kedua belah pihak yaitu pemilik modal serta pelaku usaha. [4]
E.
Bentuk-bentuk musyarakah:
1)
Musyarakah tetap
Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah musyarakah
tetap ketika jumlah porsi modal yang disertakan oleh masing-masing mitra tetap
selama periode kontrak.
2)
Musyarakah menurun
Pada kerja sama ini, dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama
suatu aset dalam bentuk properti, peralatan, perusahaan, atau lainnya.
3)
Musyarakah mutanaqishah
Suatu penyertaan modal secara terbatas dari mitra usaha kepada
perusahaan lain untuk jangka waktu tertentu.[5]
F.
Aplikasi dalam Perbankan
1.
Pembiayaan Proyek
Al- musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di
mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek tersebut selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
2.
Modal ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi
dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal
ventura. [6]
Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat
digambarkan dalam skema berikut:[7]
G.
Ketentuan Umum al-Musyarakah
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya
untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan, seperti:
1.
Mengabungkan dana proyek dengan harta pribadi
2.
Menjalankan proyek musyarakah
dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
3.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaannya atau
digantikan oleh pihak lain.
4.
Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila, menarik
diri dari perserikatan, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap hukum.
5.
Biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai dengan porsi konstribusi
modal.
6.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang
telah disepakati untuk bank.[8]
H.
Manfaat dan Risiko al-Musyarakah
1.
Manfaat al-Musyarakah:
a.
Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b.
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil
usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/
arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari
usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan.
e.
Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah
bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun
merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.
Risiko al-Musyarakah:
a.
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak.
b.
Lalai dan kesalahan yang disengaja
c.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Pengertian al-musyarakah
Al –Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal /expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.
Landasan syariah
a.
Al-Qur’an
b.
Hadist
c.
Ijma’
3.
Rukun dan Syarat al-Musyarakah
a.
Rukun-rukun al-Musyarakah:
1)
Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
2)
Objek akad , yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh),
3)
Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
b.
Syarat al-Musyarakah:
1)
Syarat akad
2)
Pembagian proporsi keuntungan
3)
Penentuan proporsi keuntungan
4)
Pembagian kerugian
5)
Sifat modal
6)
Manajemen musyarakah
7)
Penghentian musyarakah
8)
Penghentian musyarakah tanpa usaha
4.
Jenis-jenis al-Musyarakah
a.
Musyarakah pemilikan
b.
Musyarakah akad
5.
Bentuk-bentuk al-Musyarakah
a.
Musyarakah tetap
b.
Musyarakah menurun
c.
Musyarakah mutanaqishah
6.
Aplikasi dalam Perbankan
a)
Pembiayaan Proyek
b)
Modal ventura
7.
Ketentuan Umum al-musyarakah
a.
Mengabungkan dana proyek dengan harta pribadi
b.
Menjalankan proyek musyarakah
dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
c.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaannya atau
digantikan oleh pihak lain.
d.
Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila, menarik
diri dari perserikatan, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap hukum.
e.
Biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai dengan porsi konstribusi
modal.
f.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang
telah disepakati untuk bank
8.
Manfaat dan Risiko al-Musyarakah:
a.
Manfaat
1)
Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2)
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil
usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3)
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/
arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4)
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari
usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan.
5)
Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah
bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun
merugi dan terjadi krisis ekonomi.
b.
Risiko al-Musyarakah:
1.
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak.
2.
Lalai dan kesalahan yang disengaja
3.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
B.
SARAN
Demikianlah
makalah yang dapat kami paparkan. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi pembaca. Dan tidak lupa kritik dan sarannya sangat kami
harapkan untuk memperbaiki pembuatan makalah yang selanjutnya. Apabila ada
kesalahan dalam penulisan maupun penyampaian serta kurangnya pengetahuan, kami
mohon maaf. Dan sesungguhnya kebenaran semata hanyalah dari Allah SWT. Semoga
bermanfat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2013
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan SYARIAH,
Yogyakarta, P3EI, 2004
Muhammad syafi’i Antonio , Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Jakarta, Gema Insani, 2001
http://id.m.wikipedia.org/wiki/musyarakah(23-03-2015)
[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan SYARIAH, Yogyakarta,
P3EI, 2004, hlm.,67
[2] http://id.m.wikipedia.org/wiki/musyarakah(23-03-2015)
[3] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2013, hlm., 52 -58
[4] Muhammad syafi’i Antonio , Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Jakarta, Gema Insani, 2001, hlm., 90-93
[5] Ascarya, 0p.cit, hlm., 60
[6] Muhammad syafi’i Antonio , Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Jakarta, Gema Insani, 2001, hlm.,93
[7] Ibid, hlm.,94
[8] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan SYARIAH, Yogyakarta,
P3EI, 2004, hlm., 68-69
[9] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Jakarta, Gema Insani, 2001, hlm., 93-94
Comments
Post a Comment