BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ketika Bank Syariah pertama kali muncul,
baik ditanah air maupun dimancanegara, seringkali dikatakan bahwa Bank Syariah
adalah Bank bagi hasil. Hal ini dilakukan untuk membedakan Bank Syariah dengan
Bank Konvensional yang beroperasi dengan sistem bunga. Hal itu betul, tapi
tidak sepenuhnya benar. Karena sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan
bagian saja dari sistem operasi Bank Syariah. Bagi hasil merupakan bentuk return dari kontrak investasi. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil sudah pasti merupakan salah
satu praktik perbankan syariah. Namun sebaliknya, praktik perbankan syariah
belum tentu seluruhnya menggunakan sistem bagi hasil. Karena selain sistem bagi
hasil masih ada sistem jual beli dan sewa menyewa yang juga digunaka dalam
sistem operasi bank syariah.
Dengan banyaknya alternatif yang seperti
diatas, maka diharapkan Bank Syariah dapat menjadi lebih fleksibel dan sesuai
dengan konteks, kebutuhan, dan keadaan spesifik yang dihadapi dilapangan, dan
selanjutnya akan dibahas dengan lebih jelas mengenai pembiayaan mudharabah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Mudharabah ?
2.
Apa
Saja Yang Menjadi Landasan Dasar syariah Dari mudharabah ?
3.
Apa
Saja Rukun Mudharabah ?
4.
Bagaimana
Prosedur dan Mekanisme Mudharabah ?
5.
Apa
Saja Bentuk atau Jenis Mudharabah ?
6.
Bagaimana
Penerapannya di Lembaga Keuangan Syariah ?
7.
Bagaimana
Cara Perhitungan Mudharabah ?
8.
Apa
saja Manfaat dari Mudharabah ?
9.
Apa
saja resiko Mudharabah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama ( shahibul maal )
menyediakan seluruh ( 100 % ) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Sedangkan kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[1]
Praktik mudharabah pernah dijalankan
oleh Nabi Muhammad SAW dengan khadijah. Praktik mudharabah menggambarkan
hubungan kerjasama antara mudharib dengan
shahibul mal. Mudharib adalah orang yang memiliki keahlian, sementara shahibul mal orang yang memiliki dana,
yang nisbahnya dibagi sesuai kesepakatan bersama.[2]
B. Landasan
Syariah
Secara umum landasan dasar syariah al – mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha.
1.
Al
– Qur’an
( Q.S Al Muzammil : 20
)
Yang artinya “ dan dari
orang – orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT “
2.
Al
– Hadits
“ Diriwayatkan darbbas
bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib memberikan dana ke mitra usahanya
secara mudharabah ia menyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan,
menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan
tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat – syarat tersebut
kepada Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW pun membolehkannya. “ ( HR Thabrani )
3.
Ijma’
“ Imam Zailai telah
menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan
harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan
spirit hadits yang dikutib Abu ubaid “.[3]
C. Rukun
Mudharabah
Rukun
akad mudharabah adalah :
1.
Pelaku
( pemilik modal maupun pelaksana )
2.
Objek
mudharabah ( modal dan kerja )
3.
Persetujuan
kedua belah pihak ( ijab qabul )
4.
Nisbah
keuntungan.[4]
D. Prosedur
dan Mekanisme Pembiayaan Mudharabah
Sebagai
sebuah lembaga formal, bank syariah mempunyai beberapa cara dan tahapan –
tahapan yang harus ditempuh oleh peminjam. Ketentuan ini merupakan proses
pengkajian atas data diri peminjam dan tujuan pinjaman. Pada dasarnya jenis
pinjaman bank dibedakan menjadi dua, yaitu pinjaman produktif dan konsumtif.
Dalam
kaitannya dengan pinjaman mudharabah ini, maka pinjaman yang akan diberikan
bersifat produktif, karena dalam pinjaman ini nasabah ( debitur ) akan menggunakannya untuk kepentingan
pengembangan usaha. Seperti perdagangan, industri atau usaha – usaha yang
bersifat kerajinan. Untuk itu prosedur dan mekanisme yang diterapkan bank dalam
pengucuran dana pembiayaan mudharabah ini mempunyai syarat – syarat yang tidak
saja bersifat administratif tetapi juga terdapat ketentuan umum yang menjadi
pedoman diberlakukannya pembiayaan mudharabah. Syarat – syarat administratif
tersebut diantaranya :
1.
Mengisi
formulir pendaftaran
2.
Menyerahkan
KTP dan KK
3.
Melampirkan
proposal yang memuat gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian
dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan
dana.
4.
Legalitas
usaha.
5.
Laporan
keuangan.[5]
E. Jenis
atau Bentuk Mudharabah
1.
Mudharabah Muthlaqah
Yang
dimaksud dengan transaksi mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh sering kali
dicontohkan dengan ungkapan if’al ma
syi’ta ( lakukan sesukamu ) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi
kekuasaan sangat besar.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah
atau juga disebut dengan istilah restricted
mudharabah / specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan
batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si shahibul
maal dalam memasuki jenis dunia usaha.[6]
Dalam pengertian lain. Pada prinsipnya,
mudharabah sifatnya mutlak dimana shahibul
mal tidak menetapkan syarat tertentu kepada si mudharib, bentuk mudharabah ini disebut mudharabah mutlaqah, atau dalam bahasa inggrisnya dikenal sebagai
Unrestricted Invesment Account ( URIA ). Namun demikian, apabila dipandang
perlu, shahibul mal boleh menetapkan batasan atau syarat tertentu guna
menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian, syarat atau batasan ini harus
dipenuhi oleh si mudharib. Apabila simudharib melanggar, ia harus bertanggung jawab
atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah ini disebut mudharabah muqayyaddah ( mudharabah terbatas, atau dalam bahasa
inggrisnya, Restricted Invesment Account ). Jadi pada dasarnya, terdapat dua
benuk mudharabah yakni, mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyaddah.[7]
F. Penerapan
Mudharabah Dalam Perbankan Syariah
Sejauh ini, skema mudharabah yang telah
kita bahas adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung,
yakni shahibul mal merhubungan
langsung dengan mudharib. Skema ini
adalah skema standar yang dapat dijumpai dalam kitab fiqih klasik islam. Dan
inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh Nabi dan para
sahabat serta umat muslim sesudahnya.
Dalam kasus ini, yang terjadi adalah investasi langsung ( direct financing )
antara shahibul mal ( sebagai surplus unit ) dengan mudharib ( sebagai deficit
unit ). Dalam direct financing seperti ini peran bank sebagai lembaga perantara
( intermediary ) tidak ada.
Mudharabah klasik seperti ini memiliki
ciri khusus, yakni bahwa biasanya
hubungan antara shahibul mal dengan mudharib merupakan hubungan personal dan
langsung serta dilandasi oleh ras saling percaya ( amanah . Shahibul mal hanya
mau menyerahkan modalnya kepada orang yang ia kenal dengan baik profesionalitas maupun karakternya.[8]
Al – mudharabah biasanya diterapkan pada
produk – produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al –
mudharabah diterapkan pada :
1.
Tabungan
berjangka
2.
Deposito
spesial ( special investment )
Adapun pada sisi
pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
1.
Pembiayaan
modal kerja
2.
Investasi
khusus
G. Perhitungan
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa
bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan
syariah. Dari mana bank dan nasabah memperoleh kruntungan ? bukankah pendapatan
bunga menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah bank ?
Pada kesempatan ini akan dijelaskan
bagaimana bank dan nasabah pemilik dana memperoleh keuntungan berdasarkan
konsep bagi hasil.
Bagi hasil sering disebut orang sebagai
pengganti nama “ bunga “. Dan berikut akan diberikan cintoh sederhana
perhitungan bagi hasil dana pihak ketiga ( tabungan / deposito masyarakat )
antara sistem bagi hasil dengan sistem bunga.
1.
Contoh
kasus : ( Bank Bagi Hasil )
Bapak A memiliki
deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan ( 1 Desember 1995 s/d 1 januari
1996 ), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57 % : 43 %. Jika
keuntungan bank diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 1995 adalah
Rp. 20 juta dan rata – rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp. 950
juta, berapa keuntungan yang diperoleh bapak A ?
Rp. 10 juta / rp. 950 X
Rp. 20 juta X 57 % = Rp. 120.000,- .[9]
Adapun
cara pembagian hasil dari tabungan Mudharabah dapat diuraikan dengan bentuk
simulasi tabungan pada Bank Muamalat Indonesia ( BMI ).
Penetapan
bagi keuntungan pada BMI dilakukan dengan mengira HI -1000 ( baca Ha- i seribu
), yaitu angka yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran
setiap seribu rupiah tabungan. Sebagai contoh HI – 1000 bulan Juni 2005 ialah
11,57. Hal ini berarti bahwa setiap 1000 rupiah dana penabung yang dikelola
oleh bank akan menghasilkan 11,57 rupiah ( HI- 1000 sebelum bagi hasil ).
Apabila nisbah bagi hasil antara penabung dan bank untuk deposito 1 bulan ialah
52:48, maka penabung mendapatkan 52 persen dari 11,57 yaitu 6,01 rupiah saja.
Ini berarti HI-1000 penabung ialah 6,01 rupiah. Secara umum hal ini tersebut
dirumuskan :
Bagi Hasil = Rerata
tabungan/1000 X HI-1000 X Nisbah Tabungan/100 =
Sebagai contoh, seorang
penabung menyimpan deposito Mudharabah di Bank Muamalat pada bulan Juni senilai
Rp. 10.000.000,- dengan masa 1 bulan. Diketahui nisbah deposito selama 1 bulan
52:48. HI-1000 untuk bulan Juni 11,57. Untuk mengetahui bagi hasil yang akan
diidapatkan penabung tersebut ialah.
Bagi Hasil =
10.000.000,-/1000 X 11,57 X 52/100 = Rp. 60.164,-.[10]
H. Manfaat
al – mudharabah
1.
Bank
akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2.
Bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negatif spread.
3.
Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.
Bank
akan lebih selektif atau hati – hati mencari usaha yang benar – benar halal,
aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar – benar
terjadi itulah yang akan dibagikan.
5.
Prinsip
bagi hasil dalam al – mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana
bank akan menagih penerima pembiayaan ( nasabah ) satu jumlah bunga tetap
berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.[11]
I.
Resiko al – mudharabah
Resiko yang terdapat dalam al
mudharabah, trutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi.
Diantaranya :
1.
Side
streaming
2.
Lalai
dan kesalahan yang disengaja
3.
Penyembunyian
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
2.
Landasan Syariah
a.
Al
– Qur’an
b.
Al
– Hadits
c.
Ijma’
3.
Rukun Mudharabah
Rukun
akad mudharabah adalah :
a.
Pelaku
( pemilik modal maupun pelaksana )
b.
Objek
mudharabah ( modal dan kerja )
c.
Persetujuan
kedua belah pihak ( ijab qabul )
d.
Nisbah
keuntungan
4.
Prosedur dan Mekanisme Pembiayaan Mudharabah
Syarat
– syarat administratif tersebut diantaranya :
a.
Mengisi
formulir pendaftaran
b.
Menyerahkan
KTP dan KK
c.
Melampirkan
proposal yang memuat gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian
dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan
dana.
d.
Legalitas
usaha.
e.
Laporan
keuangan.
5.
Jenis atau Bentuk Mudharabah
a.
Mudharabah
Muthlaqah
b.
Mudharabah
Muqayyadah
6.
Penerapan Mudharabah Dalam Perbankan Syariah
Al – mudharabah biasanya diterapkan pada
produk – produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al –
mudharabah diterapkan pada :
a.
Tabungan
berjangka
b.
Deposito
spesial ( special investment )
Adapun pada sisi
pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a.
Pembiayaan
modal kerja
b.
Investasi
khusus
7.
Perhitungan
Contoh kasus : ( Bank
Bagi Hasil )
Bapak A memiliki
deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan ( 1 Desember 1995 s/d 1 januari
1996 ), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57 % : 43 %. Jika
keuntungan bank diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 1995 adalah
Rp. 20 juta dan rata – rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp. 950
juta, berapa keuntungan yang diperoleh bapak A ?
Rp. 10 juta / rp. 950 X
Rp. 20 juta X 57 % = Rp. 120.000,-
8.
Manfaat al – mudharabah
a.
Bank
akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat
b.
Bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap
c.
Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow
d.
Bank
akan lebih selektif atau hati – hati
9.
Resiko al – mudharabah
Resiko yang terdapat
dalam al mudharabah, trutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif
tinggi. Diantaranya :
a.
Side
streaming
b.
Lalai
dan kesalahan yang disengaja
c.
Penyembunyian
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
B. Saran
Demikian
makalah yang dapat pemakalah paparkan. Mudah – mudahan bisa bermanfaat bagi
kita semua, Khususnya bagi pembaca. Dan tidak lupa kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk memperbaiki makalah yang selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Karim, Bank
Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Muhammad, Kontribusi
Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah, BPFE, Yogyakarta, 2005
Syafi’i Antonio,
Muhammad, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001
Syukri Iska, Sistem
Perbankan Syariah Di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta, 2012
[1] Syafii Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik, Gema
Insani,Jakarta, 2001, hlm 95
[2] Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 190
[3] Syafi’i Antonio, Op Cit, hlm 95 - 96
[4] Muhammad, Kontribusi Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah, BPFE,
Yogyakarta, 2005, hlm 193
[5] Muhammad, Ibid, hlm 101 - 102
[6] Syafi’i Antonio, Op Cit, hlm
97
[7] Adiwarman Karim, Op Cit, hlm
200
[8] Adiwarman Karim, Ibid, hlm 198
[9] Muhammad, Op Cit, hlm 195- 196
[10] Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia, Fajar Media Press,
Yogyakarta, 2012, hlm 321-322
[11] Syafi’i Antonio, Op Cit, hlm
97-98
[12] Syafi’i Antonio, Ibid, hlm
98
Comments
Post a Comment