BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Era globalisasi berimbas pada semakin mudahnya suatu negara
melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain demi memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam suatu negara. Perdagangan antar negara atau internasional
tentu membutuhkan mekanisme tertentu yang terbilang lebih rumit dibandingkan
dengan perdagangan domestik. Untuk itu,
dibutuhkan suatu media yang mempermudah transaksi perdagangan internasional,
salah satunya dalam hal sistem pembayaran.
Letter of Credit (L/C)
sebagai primadona dalam pembayaran pada transaksi perdagangan internasional
(kegiatan ekspor impor) dinilai
memberikan kepastian dan keamanan. Penjual atau eksportir mendapat kepastian
bahwa pembayaran akan dilakukan apabila dokumen-dokumen yang diterima telah
sesuai dengan persyaratan L/C dan kepada pembeli atau importir dipastikan bahwa
pembayaran hanya akan dilakukan oleh bank apabila telah sesuai dengan
persyaratan dalam L/C.
Seiring berkembangnya penerapan
prinsip syariah dalam kegiatan bisnis, termasuk dalam perdagangan internasional
kemudian muncul fasilitas L/C dalam dunia lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas
Syariah telah mengeluarkan fatwa tentang L/C impor syariah dan L/C ekspor syariah
sebagai solusi atas fasilitas L/C dalam lembaga keuangan
konvensional yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip syariah. Untuk lebih jelasnya mengenai “Letter
of Credit (L/C) Syariah” akan dibahas pada makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, kami dapat mengambil permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
konsep Letter of Credit (L/C) syariah?
2. Bagaimanakah
pembiayaan Letter of Credit (L/C) syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Letter of Credit (L/C) Syariah
Letter of
Credit (L/C) secara sederhana merupakan pengambil alihan tanggung jawab
pembayaran oleh pihak lain, dalam hal ini diambil alih oleh bank atas dasar
permintaan pihak yang dijamin yaitu pembeli atau nasabah bank untuk melakukan
pembayaran kepada pihak penerima jaminan atau penjual berdasarkan syarat dan
kondisi yang ditentukan dan disepakati. Letter of Credit (L/C) biasa disebut surat kredit berdokumen yang
merupakan alat pembayaran yang dikeluarkan bank atas permintaan importir dalam
transaksi perdagangan internasional.[1]
L/C merupakan suatu
pernyataan dari bank atas permintaan nasabah (importir) untuk menyediakan dan
membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan penjual (eksportir). Secara umum, L/C
dalam pengertian bank konvensional digunakan untuk membiayai sales kontrak jarak jauh antara pembeli dan penjual yang belum saling mengenal
dengan baik. L/C dalam bank syariah termasuk produk pembiayaan, yaitu pembiayaan L/C
impor atau ekspor syariah. Secara definitif
yang dimaksud dengan pembiayaan Letter of
Credit (L/C) syariah adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi
transaksi impor atau ekspor nasabah berdasarkan prinsip syariah.[2]
Dalam
transaksi ini, bank syariah dapat bertindak sebagai wakil dan penjamin importir
dalam melakukan pembayaran jika importir tidak memiliki dana yang cukup pada
waktu yang disyaratkan untuk melakukan pembayaran, maka bank syariah dapat
memberikan dana talangan kepada importir, melakukan pembelian atas barang yang
diimpor, dan memberikan pembiayaan modal kerja kepada importir.
Dalam transaksi L/C syariah, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi,
yaitu :
1. Syarat Objek
Pembayaran
Dijamin Oleh L/C Syariah
a. Transaksi tersebut
merupakan kewajiban dari importir
sendiri.
b. Jelas nilai dan
spesifikasinya.
c. Objek yang
dijamin tidak bertentangan dengan syariah.
2. Penetapan Imbalan
Jasa
(Ujrah) Bank
Dalam menetapkan besarnya imbalan yang harus diterima oleh bank
tidak boleh dalam bentuk persentase,
melainkan harus dalam jumlah nominal yang jelas dan
jumlah tersebut harus dinyatakan pada awal akad.
3. Nasabah Memberikan
Dana Yang Sama Dengan
Jumlah
Tagihan
Jika
nasabah tidak memiliki dana, maka bank dapat memberikan qardh ataupun
pembiayaan mudharabah dengan sistem
pengembalian baik secara mencicil maupun secara tunai.[3]
Perdagangan internasional saat ini melibatkan jasa perbankan
sebagai perantara, yaitu dengan dikeluarkannya L/C yang juga termasuk
dalam produk pembiyaan perbankan syariah.
Adanya perantara bank yang hanya menguntungkan salah satu pihak saja dengan
adanya sistem bunga telah dapat diaplikasikan dalam transaksi Islami
tanpa bunga berdasarkan prinsip syariah.
B. Pembiayaan
Letter of Credit (L/C) Syariah
Prospek perdagangan internasional yang terus mengalami perkembangan
dewasa ini antara lain melalui kegiatan ekspor impor merupakan
salah satu peluang yang besar bagi perbankan syariah untuk ikut mengembangkan
bisnisnya dalam tingkat internasional.
Letter of Credit (L/C) syariah merupakan salah satu jenis produk jasa
yang diterapkan pada bank syariah. Mekanisme L/C bank syariah pada umumnya sama
seperti mekanisme pada bank konvensional. Namun, terdapat perbedaan mendasar
antara mekanisme bank syariah dan bank konvensional, yakni terletak pada
akadnya serta kesepakatan jumlah upah atau ujrah atau fee pada
awal kesepakatan antara importir dengan bank yang merupakan imbalan atas jasa
yang dilakukan pihak bank pengurus L/C.
L/C adalah salah satu produk dari penerapan akad wakalah dalam
perbankan syariah. Wakalah merupakan pendelegasian hak kepada seseorang
dalam hal-hal yang bisa diwakilkan kepada orang lain selagi orang tersebut
masih hidup. Letter of Credit (L/C)
syariah terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
Surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir yang
diterbitkan oleh bank atas permintaan
importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 34/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C impor
syariah adalah :
a. Wakalah bil
Ujrah
Pelimpahan atau pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak
kedua untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama untuk kepentingan dan
tanggung jawab
sepenuhnya oleh pihak pertama. Dalam pendelegasian tersebut ditentukan upah (ujrah/fee)
atas pelaksanaan tugas oleh pihak yang mewakili. Ketentuan :
1) Importir harus
memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2) Importir dan bank
melakukan akad wakalah bil ujrah untuk
pengurusan dokumen transaksi impor.
3) Besar ujrah
harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase.
b. Wakalah bil
Ujrah dengan Qardh
Pemberian
harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan
kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Ketentuan :
1) Importir tidak
memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2) Importir dan bank
melakukan akad wakalah bil ujrah dengan qardh untuk pengurusan dokumen transaksi impor.
3) Besar ujrah
harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase.
4) Bank memberikan
dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang
impor.
c. Murabahah
Jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Ketentuan :
1) Bank bertindak
selaku pembeli yang mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi dengan
eksportir.
2) Pengurusan
dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank saat dokumen diterima atau tangguh
sampai dengan jatuh tempo.
3) Bank menjual
barang secara murabahah kepada importir, baik dengan pembayaran tunai
maupun cicilan.
4) Biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.
d. Salam atau Istishna’ dan Murabahah
Salam merupakan pembelian
barang yang diserahkan dikemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan
dimuka. Istishna’ hampir
menyerupai salam, namun pada istishna’ tidak
wajib mempercepat pembayaran dan tidak ada penjelasan jangka waktu pembuatan
dan penyerahan, serta tidak adanya barang seperti itu di pasar. Ketentuan :
1) Bank melakukan
akad salam atau istishna’ dengan
mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi tersebut.
2) Pengurusan
dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank.
3) Bank menjual
barang secara murabahah kepada importir, baik dengan pembayaran tunai
maupun cicilan.
4) Biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.
e. Wakalah bil
Ujrah dan Mudharabah
Akad
kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan bila
rugi ditanggung oleh pihak pemberi modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
pengelola. Ketentuan :
1) Nasabah
melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank
untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
2) Bank dan
importir melakukan akad mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan
modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
f. Musyarakah
Akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Ketentuannya yaitu bank dan importir melakukan akad musyarakah, dimana keduanya menyertakan modal untuk melakukan kegiatan impor
barang.
g. Wakalah bil
Ujrah dan Hawalah
Pengalihan
hutang
dari orang yang berhutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Ketentuan :
1) Importir tidak
memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2) Importir dan bank
melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen transaksi impor.
3) Besar ujrah
harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase.
4) Hutang kepada
eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada bank
dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
2. Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah
Surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir
yang diterbitkan oleh bank untuk
memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip syariah.[4] Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 35/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C ekspor syariah
adalah :
a. Wakalah bil
Ujrah
Ketentuan :
1)
Bank melakukan pengurusan dokumen ekspor.
2)
Bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C selanjutnya
dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
3)
Besar ujrah harus disepakati di awal akad dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan persentase.
b. Wakalah bil
Ujrah dan Qardh
Ketentuan :
1) Bank melakukan pengurusan dokumen ekspor.
2) Bank melakukan penagihan kepada bank
penerbit L/C.
3) Bank memberikan dana talangan (qardh)
kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor.
4) Besar ujrah harus disepakati di awal
akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan persentase.
5) Pembayaran ujrah dapat diambil dari
dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
c. Wakalah bil
Ujrah dan Mudharabah
Ketentuan :
1) Bank memberikan kepada eksportir seluruh
dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh
importir.
2) Bank melakukan pengurusan dokumen ekspor.
3) Bank melakukan penagihan kepada bank
penerbit L/C.
4) Pembayaran dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima atau tangguh pada saat jatuh tempo.
5) Pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah,
dan pembayaran bagi hasil disepakati di awal akad dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan persentase.
d. Musyarakah
Ketentuan :
1)
Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang
dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan importir.
2)
Bank melakukan pengurusan dokumen ekspor.
3)
Bank melakukan penagihan kepada bank penerbit L/C.
4)
Pembayaran dapat dilakukan pada saat dokumen diterima
atau tangguh pada saat jatuh tempo.
5)
Pembayaran dari bank penerbit L/C dapat digunakan
untuk pengembalian dana musyarakah dan pembayaran bagi hasil.
e. Ba’i dan Wakalah
Ketentuan :
1) Bank membeli barang dari eksportir.
2) Bank menjual barang kepada importir yang
diwakili eksportir.
3) Bank membayar kepada eksportir setelah
pengiriman barang kepada importir.
4) Pembayaran dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima atau tangguh pada saat jatuh tempo.
Dalam menetapkan akad pembiayaan L/C
syariah, proses analisis yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kebutuhan nasabah, apakah
ingin melakukan pembiayaan ekspor atau impor.
2. Jika nasabah memerlukan pembiayaan impor,
langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah nasabah memiliki dana atau
tidak.
3. Jika nasabah tidak memiliki dana, akad yang
dapat digunakan oleh bank adalah akad mudharabah atau murabahah.
4. Jika nasabah memiliki dana, maka langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah nasabah memiliki dana yang cukup
atau tidak. Jika dana yang dimiliki nasabah cukup, bank Islam dapat menggunakan
akad wakalah bil ujrah. Namun, jika dana nasabah tidak cukup, akad yang
dapat digunakan adalah wakalah bil ujrah dan qardh atau musyarakah
atau mudharabah.
5. Jika nasabah memerlukan pembiayaan ekspor,
langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah nasabah memiliki dana tau
tidak.
6. Jika nasabah tidak memiliki dana, akad yang
dapat digunakan oleh bank Islam adalah akad mudharabah atau murabahah.
7. Jika nasabah memiliki dana, langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah barang tersebut ready stock
atau bukan. Jika ready stock, akad yang dapat digunakan adalah ba’i
dan wakalah. Namun, jika bukan ready stock, langkah selanjutnya
adalah mengidentifikasi apakah barang tersebut termasuk goods in process
atau bukan. Jika goods in process, akad yang dapat digunakan adalah mudharabah,
jika bukan goods in process, maka bank Islam tidak layak memberikan
pembiayaan.
8. Jika nasabah memiliki dana, langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah dana yang dimiliki nasabah tersebut
cukup atau tidak. Jika dana yang dimiliki nasabah cukup, bank Islam dapat
menggunakan akad wakalah bil ujrah. Namun, jika dana nasabah tidak
cukup, akad yang dapat digunakan adalah wakalah bil ujrah dan qardh
atau musyarakah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Konsep Letter of Credit Syariah
Secara
definitif yang dimaksud dengan pembiayaan Letter of
Credit (L/C) syariah adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi
transaksi impor atau ekspor nasabah berdasarkan prinsip syariah. L/C dalam bank
syariah termasuk produk pembiayaan, yaitu pembiayaan L/C
impor syariah dan L/C ekspor syariah.
2. Pembiayaan Letter of Credit Syariah
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 34/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C impor
syariah yaitu wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah dengan qardh,
murabahah, salam atau istishna’ dan murabahah, wakalah
bil ujrah dan mudharabah, musyarakah, serta wakalah bil
ujrah dan hawalah. Sedangkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 35/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C
ekspor syariah adalah wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah dan qardh,
wakalah bil ujrah dan mudharabah, musyarakah, serta ba’i
dan wakalah.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Mudah-mudahan bisa
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembacanya. Dan tidak lupa kritik dan sarannya sangat
kami harapkan untuk memperbaiki pembuatan makalah yang selanjutnya. Apabila ada
kesalahan penulisan maupun penyampaian, serta kurangnya pengetahuan, kami mohon
maaf. Dan sesungguhnya kebenaran semata hanyalah dari Allah SWT. Semoga
bermanfaat. Amin.
Daftar Pustaka
Adiwarman A.
Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006.
Fathurrahman
Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Di Lembaga Keuangan
Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Sumber : www.alimurtadho17.blogspot.com/pembelajaran/21-pembiayaan-letter-of-credit-lc.html (01/04/2015).
Sumber
: www.patricia-seohyerim.blogspot.com/2011/07/letter-of-credit.html
(01/04/2015).
[2] Adiwarman A. Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih Dan Keuangan, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal., 252.
[3] Sumber : www.alimurtadho17.blogspot.com/pembelajaran/21-pembiayaan-letter-of-credit-lc.html (01/04/2015).
[4] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Di
Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal., 199.
Comments
Post a Comment