Skip to main content

Makalah Masa'il Fiqhiyah Pengertian Khilafiyah

I.     PENDAHULUAN
Masalah khilafiyah merupakan sesuatu yang sudah biasa terjadi pada realitas kehidupan manusia, diantara masalah khilafiyah tersebut, ada yang menyelesaikannya dnan mudah dan ada yang sulit pula menyelesaikannya. Khilafiyah dalam lapangan hokum seharusnya tidak menjadi faktor pelemah dalam kedudukan hokum islam, justru sebaliknya bisa memberikan kelonggaran pada orang banyak sebagai suatu rahmat.
Desember 2002 publik di gegerkan oleh kelahiran manusia cloning pertama. Sebelumnya cloning hanya dilakukan pada tumbuhan dan hewan. Tapi karena kecangihan dalam bidang medis,cloning mampu merambah pada dunia manusia.seperti teori yang di terapkan pada hewan, proses cloning pada manusia tidak jauh berbeda. Cloning manusia merupakan tekhnik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan induknya yang berupa manusia.
Kalau dilihat dari tekhnologinya cloning memang terbilang baru namun menurut sebagian pendapat ada yang menyatakan bahwa tekhnologi ini setidaknya telah tersirat melalui informasi alquran dan hadist nabi. Tepatnya ketika dalam Al-Qur’an dan Hadist menguraikan tentang penciptaan Adam dan Hawa yang ada di dunia tanpa ayah dan ibu, kemudian juga melalui kelahiran isa putra Maryam yang  lahir tanpa ayah.
            Islam sangat menghargai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,termasuk tekhnologi cloning. Bahkan lebih jauh manusia diperintahkan untuk memikirkan,mengali dan mengupayakan seoptimal mungkin tentang semua ciptaan Tuhan. Dan bagi manusia sendiri memikirkan dan memahami bagaimana dia diciptakan amatlah dianjurkan. Merujuk pada stetment di atas maka pemakalah ingin mengetahui tentang pengertian khilafiyah, faktor terjadinya khilafiyah dan contohnya dalam bidang medis yakni pengkloningan manusia.
II.     RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan khilafiyah ?
2. Bagaimana faktor- faktor terjadinya khilafiyah ?
3. Bagaimanakah khilafiyah seputar penkloningan manusia ?

III.     PEMBAHASAN
A.    Pengertian Khilafiyah
Khilafiyah/ikhtilaf merupakan term yang diambil dari bahasa arab yang berarti berselisih, tidak sepaham. Sedangkan secara terminologis khilafiyah adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqih sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hokum tertentu. Dengan demikian masalah khilafiyah merupakan masalah ijtihad sebagai hasil dari pemahaman terhadap sumber hukum islam.[1]
Dalam literature lain disebutkan bahwa khilaf berarti perbedaan, perselisihan, dan pertentangan. Khilafiyah berarti masalah-masalah fiqh yang diperselisihkan, dipertentangkan, diperdebatkan status hukumnya di kalangan ulama atau fuqaha` akibat dari pemahaman dan penafsiran mereka terhadap nash yang masih zhanni dilalahnya maupun hasil ijtihad dalam masalah-masalah yang belum ditunjuki nash secara langsung.
Masalah khilafiyyah sudah ada dan muncul di zaman sahabat, jadi bukan barang baru dan aneh. Khilafiyyah itu dalam perkembangannya semakin banyak dan meluas di kalangan umat Islam pada masa-masa berikutnya hingga zaman sekarang. Khilafiyyah terjadi hampir dalam semua bidang, baik dalam soal politik, aqidah, tashawwuf, kalam, dan juga dalam lapangan fiqh.[2]
Akan tetapi, khilafiyah dalam lapangan hukum islam ( fiqih ) selain dalam hal-hal yang ada ketegasannya dalam Al-Qur an dan Hadits, tidak membawa keburukan, karena perselisihan tersebut merupakan kelanjutan studi yang mendalam dan pemahaman maksud-maksud Al-Qur ‘an dan hadist serta pengambilan hukum (istinbat) dari padanya.
Sepanjang sejarah hokum islam seorang faqih selalu memakai mutiara pikiran yang telah dicapai oleh faqih lain. Perbedaan dalam hal ini lebih tepat dikatakan sebagai perbedaan tinjauan , yang perbedaan ini dapat disebut sebagai rahmat atau anugrah bagi kaum muslimin, sebab jika sekiranya hanya satu pendapat saja yang ada tentulah kam muslimin akan kesulitan dalam hidupnya. Dan bagaimanapun juga perselisihan dalam lapangan tersebut hanya berkisar sampai bidang pendapat dan pikiran yang tidak sampai pada persoalan fisik.[3] 


B.     Faktor Terjadinya Khilafiyah
            Diantara faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat itu adalah:
1.      Perbedaan mengenai sahih dan tidaknya nash
Keshahihan suatu nash kadang-kadang diperdebatkan. Ada ulama yang mau menerima kesahihan suatu nash dan ada pula yang menolaknya. Hal ini terjadi karena mereka berbeda pendapat dalam menilai tsiqat ( terpercaya )tidaknya seorang perowi, lemah tidaknya matan dan sanad suatu hadist jik dibandingkan dengan matan dan sanad lain.
2.      Perbedaan dalam memahami nash
Dalam suatu nash, baik Al-Qur’an maupun hadist kadang-kadang terdapat suatu kata yang mengandung makna ganda (musytarak) dan kata majazi /kiasan, sehingga arti yang terkandung dalam nash itu tidak jelas. Terhadap nash yang demikian itu, para ulama berbeda-beda dalam memahaminya. Missal kata quru’ dalam surah Al-Baqoroh (2) ayat 228 mempunyai 2 arti yakni suci dan haid, sehingga berapa lama iddah wanita yang dicerai boleh memilih apakah 3 kali sucian atau 3 kali haid.[4]  
3.      Perbedaan dalam menggabungkan dan mengunggulkan nash-nash yang saling bertentangan.
Dalam suatu masalah kadang terdapat dua atau lebih nash yang bertentangan, sehingga hokum yang sebenarnya dari masalah tersebut sulit diputuskan.untuk memutuskannya biasanya para ulama memilih nash yang lebih kuat atau mencari titik temu dari nash nash tersebut. Dalam mengambil keputusn inilah biasanya terjadi khilafiyah dari kalangan para ulama.
4.      Perbedaan dalam kaidah-kaidah ushul sebagai sumber istinbath
Para mujtahid dalam memilih suatu hadist tau mencari suatu dalil, mempunyai cara pandang dan metode yang berbeda-beda.
5.      Perbedaan dalam perbendaharaan hadist
Diantara para sahabat kemngkinan besar banyak yang koleksi hadistnya tidak sama, oleh karena itu perbedaan hadis yang dimiliki para mujtahid kan menyebabkan mereka berbeda pendapat.
6.      Perselisihan tentang illah dri suatu hokum
Perselisihan para mujtahid mengenai illat dari suatu hokum juga merupakan salah satu sebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fiqih.[5]   

C.    Khilafiyah Mengenai Penkloningan Manusia
1.      Pengertian Kloning
Klon berasal dari kata klόόn (yunani), yang artinya tunas. Kloning adalah teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama, baik dari segi hereditas maupun penampakannya. Kloning merupakan pembuatan sebuah sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel asalnya. Kloning pertama kali digunakan untuk melukiskan suatu populasi sel atau organisme yang semuanya berasal dari sel atau organisme tunggal, dengan jalan reproduksi aseksual, sehingga semua individu dalam kloning itu mempunyai susunan genetik yang sama.[6]
Dalam perkembangannya istilah klon tidak hanya dikhususkan pada tumbuh-tumbuhan, tetapi sudah merebak pada dunia fauna dan bahkan pada manusia. Sementara dalam buku karangan Imam Musbikin menyebutkan bahwa istilah kloning berasal dari kata bahasa Inggris , cloning yaitu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses yang aseksual. Atau dengan kata lain membuat foto copy atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara-cara non seksual.[7]

2.      Kloning Manusia menurut Khilafiyah para Ulama
Permasalahan kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Dalam kajian literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut beberapa pandangan ulama kontemporer.
Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:
$¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sƒC ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS  ….
 “… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas kloning manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi ‘Isa As. tanpa ayah, sebagai berikut:
žcÎ) Ÿ@sVtB 4Ó|¤ŠÏã yZÏã «!$# È@sVyJx. tPyŠ#uä ( ¼çms)n=yz `ÏB 5>#tè? ¢OèO tA$s% ¼çms9 `ä. ãbqä3usù ÇÎÒÈ 
“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.[8]
Munculnya kloning terutama kloning manusia memang mengundang banyak perbincangan dari berbagai macam kalangan. Diantaranya adalah muncul dari kalangan ahli tafsir yang salah satunya diwakili oleh Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, MA yang mengatakan bahwa “ Islam tidak pernah memisahkan ketetapan-ketetapan hukumnya dari moral” sehingga dalam kasus kloning, walaupun dalam segi aqidah tidak melanggar wilayah kodrat Ilahi, namun karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar pelecehan manusia, maka larangan lahir dari aspek ini.[9]
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
Selanjutnya pernyataan yang senada juga dikemukakan oleh M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta yang  berpendapat bahwa teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).
Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
a.       Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
b.      Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
c.       Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-’Alaq).
d.      Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.
Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan logika tersendiri pula.
Dalam mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama, pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejauh mana para ilmuan, budayawan dan agamawan dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan “kecewa”. Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak zamannya sekarang, jika seseorang ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak memperhatikan kedua sisi tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di beberapa aspek terlihat pertentangannya.[10]
Kemudian dalm musyawarah nasional VI MUI yang diselenggarakan pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421H/ 25-29 Juli 2000 M yang membahas tentang cloning menetapkan bahwa cloning manusia memberikan manfaat dan madharat yaitu:
1.      Cloning manusia dapat membawa manfaat antara lain : rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti yang diperoleh melalui donor , dengan cloning ia tidak lagi kekurangan ginjal, hati, jantung, darah dan sebagainya karena ia akan mendapatkannya dari manusia hasil teknologi cloning.
2.      Cloning manusia juga mendatangkan mafsadat (dampak negative ) yang tidak sedikit yaitu :
a.       Menghilangkan nasab anak hasil koning yang berakibat hilangnya hak anak dan terabaikannya sejumlah hukum yang timbul dari nasab.[11]
b.      Institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjdi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual.
c.       Lembaga keluarga (yang dibangun melalui pernikahan ) akan menjadi hancur dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancurn moral, budaya, hokum, dan syariah islam lainnya.
d.      Tidak akan lagi ada rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan.
e.       Hilangnya maqashid syariah dari perkawinan baik maqashid awwaliyah (utama ) maupun maqashid tabi’ah (sekunder ).
Dengan melihat pada hal tersebut maka MUI memutuskan cloning terhadap manusia dengan cara bagaimanapun yang berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram.[12]

BAB III
PENUTUP
  
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah disampaikan oleh pemakalah maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Khilafiyyah yaitu masalah-masalah fiqh yang diperselisihkan, dipertentangkan, diperdebatkan status hukumnya.
2.      Faktor terjadinya khilafiyah yakni : perbedaan mengenai sahih dan tidaknya nash, perbedaan dalam memahami nash, perbedaan dalam menggabungkan dan mengunggulkan nash-nash yang saling bertentangan, perbedaan dalam kaidah-kaidah ushul sebagai sumber istinbath, perbedaan dalam perbendaharaan hadist, perselisihan tentang illah dari suatu hukum.
3.      Kloning adalah teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama. Sehingga dalam kasus yang kita jumpai sekarang ini pengkloningan manusia masih menjadi perdebatan hokum di kalangan para ahli.

B.     Penutup
       Demikianlah makalah yang dapat kami buat. semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada pembaca khususnya pemakalah, untuk itu kami minta maaf jika dalam penulisan makalah ataupun penyampaian makalah  terdapat kesalahan, karena kita sama-sama dalam proses belajar. kesempurnaan hanyalah milik Allah. Kritik dan saran akan kami tunggu untuk memperbaiki makalah kami.

















DAFTAR PUSTAKA

Masdi, Menyingkap Tabir Perbedaan Pemikiran Teologis, Idea Press Yogyakarta : Yogyakarta, 2009
Eko Budi Minarto, Pengantar Bioetika Dalam Perspektif Sains & Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010)
Imam Musbikin, Manusia Kloning Yang Pertama Telah Lahir, (Yogyakarta : DIVA Press, 2010)
Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ Jakarta, Al-Islam dan IPTEK, (Jakarta: Rajawali Press, 1998)
Abdul Aziz dkk, Paradigma Fiqh Masail, (Kediri : Perc. Sumenang, 2005 )
Abraham4544.wordpress.com//hukum-kloning-dalam-perspektif-islam.26 Februari 2014 pukul 11.52
http//Adab menyikapi khilafiyah, ali trigiyatno, 23 Februari 2014 pukul 13.15
http//www.Tintaguru.com/2012/01/al-ikhtilaf-dan-sebab-sebab html, diakses pada 27 Mei 2014 pukul 08.13
http//rifka-abdillah.blogspot.com/2012/04/perbedaan-mazhab-dan-sebab-sebabnya.html diakses pada 27 Mei 2014 pukul 09.17





[1] http//www. Tintaguru.com/2012/01/al-ikhtilaf-dan-sebab-sebab html, diakses pada 27 Mei 2014 pukul 08.13
[2] http//Adab Menyikapi Khilafiyah, Ali Trigiyatno, 23 Februari 2014 pukul 13.15
[3] Masdi, Menyingkap Tabir Perbedaan Pemikiran Teologis, Idea Press Yogyakarta : Yogyakarta, 2009, hlm. 32
[4]Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, Yogyakarta: Teras Yogyakarta, 2009,  hlm. 157
[5]http//rifka-abdillah.blogspot.com/2012/04/perbedaan-mazhab-dan-sebab-sebabnya.html diakses pada 27 Mei 2014 pukul 09.17
[6] Eko Budi Minarto, Pengantar Bioetika Dalam Perspektif Sains & Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal.57
[7] Imam Musbikin, Manusia Kloning Yang Pertama Telah Lahir, (Yogyakarta : DIVA Press, 2010), hlm.19-20
[8] Abraham4544.wordpress.com//hukum-kloning-dalam-perspektif-islam.26 Februari 2014 pukul 11.52
[9] Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ Jakarta, Al-Islam dan IPTEK, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hlm.267
[10] Abraham 4544, Op. Cit.
[11] Abdul Aziz dkk, Paradigma Fiqh Masail,(Kediri : Perc. Sumenang, 2005 ), hlm. 261
[12] Imam Musbikin, Op. Cit, hlm.312-315

Comments

Popular posts from this blog

EFEKTIVITAS METODE EKSPLORASI MASALAH MATEMATIS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran eksplorasi masalah matematis (EMM) lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi dalam pengajaran matematika khususnya bentuk soal cerita pada siswa kelas IV di SD IT Al Anwar Mayong Jepara tahun pelajaran 2018/2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dengan pendekatan kuantitatif, desain penelitian eksperimen murni (true experimental). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD IT Al Anwar Mayong Jepara berjumlah 67 siswa. Sedangkan teknik pengumpulan sampelnya adalah Probability sampling dengan jenis rondom sampling. Selanjutnya dengan taraf kesalahan pengambilan sempel 1% didapatkan 63 sampel. Dimana, hasilnya kelas IV Ar rohim dengan jumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas Ar rahman sebanyak 31 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes, wawancara dan dokumentasi. Setelah dilakuk

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pendekatan Realistic Mathematics Education dan kemampuan berfikir kritis (2) Untuk mengetahui kemampuan berfikir kritis (3) Untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik kelas V. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan sesuai jenis penelitian, maka ini adalah penelitian korelasi. Disini peneliti mengambil lokasi di MI NU Tarbiyatul Islam Loram Wetan Jati Kudus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode angket dan tes. Sedangkan teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis deskriptif dan uji hipotesis asosiatif. Hasil penelitian yang didapatkan di antaranya yaitu (1) Pendekatan Realistic Mathematics Education sangat efektif karena hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi pendekatan Realistic Mathematics Education lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Model pembelajaran student facilitator and explaining pada mat a pelajaran pendidikan agama Islam materi mernahami tatacara sholat jumat di SMP Negeri 5 Blora. 2) Peningkatan kemampuan psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sho1at jumat di SMP Negeri 5 Blora. 3) Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Memahami Tatacara Sholat Jum'at di SMP Negeri 5 Blora Metode penelitian yang digunakan dalam peneIitian ini adalah yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui wawancara terhadap instansi yang terkait yaitu srvw Negeri 5 Blora, mengenai implementasi model pembelajaran student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampu.an psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sholat j