Skip to main content

Makalah Perbandingan Agama Dialektika Sosial Dalam Masyarakat Agama

A.      LATAR BELAKANG
Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialektik. Ketiganya berdampingan dan berimpit saling menciptakan dan meniadakan. Satu sisi manusia menciptakan sejumlah nilai bagi masyarakatnya, pada sisi yang lain, secara bersamaan, manusia secara kodrati senantiasa berhadapan dan berada dalam masyarakatnya, homosocius. Masyarakat telah ada sebelum seorang individu dilahirkan dan masih akan ada sesudah individu mati.
Lebih dari itu, di dalam masyarakatlah dan sebagai hasil proses sosial, individu menjadi sebuah pribadi; ia memperoleh dan berpegang pada suatu indentitas. Manusia tidak akan eksis bila terpisah dari masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat diciptakan oleh manusia, sedangkan manusia sendiri merupakan produk dari masyarakat. Kedua hal itu menggambarkan adanya dialektika inheren dari fenomena masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan dialektika sosial.
Sama halnya dialektika sosial masalah agama dan budaya, disini pemakalah akan memaparkan mulai dari interelasi sampai pada akulturasi agama dan kebudayaan, khususnya akulturasi agama Islam dan kebudayaan nusantara.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah di atas pemakalah mengangkat tiga rumusan masalah sebagai berikut
1.         Apakah hakikat agama dan budaya ?
2.         Bagaimana interelasi dan akulturasi agama dan kebudayaan ?
3.         Bagaimana akulturasi agama Islam dan kebudayaan Nusantara ?




C.      PEMBAHASAN
1.      Hakikat Agama dan Budaya
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Sementara itu menurut Prof. Dr. Endang Saifuddin Anshari, MA., kata “agama” secara tehnis dan sederhana disimpulkan semakna dengan kata Religion (Bahasa Inggris), Religie (Bahasa Belanda), Din (Bahasa Arab), Agama (Bahasa Indonesia).[1]
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal.[2]
Banyak definisi mengenai kata”budaya/kultur” atau Culture dalam Bahasa Inggris yang dibuat oleh para ahli sosiolog maupun antropolog dan lain-lain. Menurut budayawan dan antropolog terkenal Prof. Dr. Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata “budaya”. “Kebudayaan merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata-kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.[3]
Istilah kebudayaan dalam bahasa indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal), dan adakalanya juga ditafsirkan bahwa kata budaya meruapakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya” yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa dan rasa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa dan rasa.[4]

2.      Interelasi dan Akulturasi Agama dan Kebudayaan
Sebelum kita membahas panjang lebar tentang interelasi agama dan budaya perlu terlebih dahulu kita definisikan makna kata interelasi. Kata “interelasi” berasal dari bahasa Inggris “interrelation” yang berarti ”mutual relation” atau saling berhubungan satu sama lainnya.[5] Jadi interelasi bisa diartikan ada suatu hubungan atau titik temu antara satu dengan yang lainnya dan bisa saja hubungan ini bisa saling mempengaruhi atau malah bisa bercampur.
Sedangkan Pengertian dari akulturasi menurut KBBI adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi.[6] Jadi akulturasi agama dan budaya bisa saja terjadi karena keduanya saling berhubungan atau ada interelasi yang berkaitan dengan dialektika sosial dalam kehidupan masyarakat.
Ada beberapa aspek yang menjelaskan tentang proses akulturasi, yaitu keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi individu-individu yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing. Saluran saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima, bagian dari masyarakat penerima terkena pengaruh kebudayaan asing dan reaksi para individu yang terkena kebudayaan asing.
Ada beberapa penjelasan tentang konsep-konsep yang digunakan. Persentuhan yang dimaksud ialah cultural contact, yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kebudayaan tertentu dihaddapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima atau ditolak ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kebudayaan itu sendiri.[7]
Menurut Hilman Hadikusuma mengungkapkan ada istilah Agama, ada agama budaya, ada kebudayaan agama. Agama adalah ajaran yang diturunkan oleh tuhan untuk petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan agama budaya adalah petunjuk hidup yang berasal dari pemikiran dan kebudayaan manusia. Adapula kebudayaan agama, yaitu hasil kreasi manusia beragama, seperti tafsir Al-Qur’an, kaligrafi dan lainnya.[8]

3.      Akulturasi Agama Islam dan Kebudayaan Nusantara
Dalam pesoalan akulturasi (perpaduan) agama dan budaya di tanah air ini tidak akan lepas dari kajian sejarah (historis) tanah ini dan lebih spesifik lagi di tanah jawa, akan tetapi tidak kalah menariknya lagi dengan islam dan kebudayaan yang ada di bumi nusantara Indonesia. Bisa kita lihat banyak contoh dari akulturasi agama dan kebudayaan adalah pertemuan agama Islam dan kebudayaan Nusantara.
Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya, dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi local) atau juga Islamicate, bidang-bidang yang “Islamik”, yang dipengaruhi Islam.[9]
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya local ini kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan budaya selanjutnya.
Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya local yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam.
Budaya-budaya local yang kemudian berakulturasi dengan Islam antara lain acara slametan (3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa. Tingkeban (nujuh Hari). Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa. Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini, melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya.tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa. Dengan kata lain kedatangan Islam di nusantara dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya local.
Pada sisi lain, secara fisik akulturasi budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung Banten yang beratap tumpang, berbatu tebal, bertiang saka, dan sebagainya benar-benar menunjukkan ciri-ciri arsitektur local. Sementara esensi Islam terletak pada “ruh” fungsi masjidnya. Demikian juga dua jenis pintu gerbang bentar dan paduraksa sebagai ambang masuk masjid di Keraton Kaibon. Namun sebaliknya, “wajah asing” pun tampak sangat jelas di kompleks Masjid Agung Banten, yakni melalui pendirian bangunan Tiamah dikaitkan dengan arsitektur buronan Portugis,Lucazs Cardeel, dan pendirian menara berbentuk mercu suar dihubungkan dengan nama seorang Cina: Cek-ban Cut.[10]
Aspek akulturasi budaya local dengan Islam juga dapat dilihat dalam budaya Sunda adalah dalam bidang seni vokal yang disebut seni beluk. Dalam seni beluk sering dibacakan jenis cirita (wawacan) tentang ketauladanan dan sikap keagamaan yang tinggi dari si tokoh. Seringkali wawacan dari seni beluk ini berasal dari unsur budaya local pra-Islam kemudian dipadukan dengan unsur Islam seperti pada wawacan Ugin yang mengisahkan manusia yang memiliki kualitas kepribadian yang tinggi. Seni beluk kini biasa disajikan pada acara-acara selamatan atau tasyakuran, misalnya memperingati kelahiran bayi ke-4- hari (cukuran), upacara selamatan syukuran lainnnya seperti kehamilan ke-7 bulan (nujuh bulan atau tingkeban), khitanan, selesai panen padi dan peringatan hari-hari besar nasional. 
Akulturasi Islam dengan budaya-budaya local nusantara sebagaimana yang terjadi di Jawa didapati juga di daerah-daearah lain di luar Jawa, seperti Sumatera Barat, Aceh, Makasar, Kalimantan, Sumatera Utara, dan daerah-daerah lainnya. Khusus di daerah Sumatera Utara, proses akulurasi ini antara lain dapat dilihat dalam acara-acara seperti upah-upah, tepung tawar, dan Marpangir.

D.      KESIMPULAN
1.    Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Istilah kebudayaan dalam bahasa indonesia, kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal), Kebudayaan merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata-kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
2.    Interelasi bisa diartikan ada suatu hubungan atau titik temu antara satu dengan yang lainnya dan bisa saja hubungan ini bisa saling mempengaruhi atau malah bisa bercampur. Akulturasi menurut KBBI adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi. Menurut Hilman Hadikusuma mengungkapkan ada istilah Agama, ada agama budaya, ada kebudayaan agama. Bisa disimpulkan berarti ada interelasi dan akulturasi antara agama dan budaya.
3.    Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya local yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam

E.       PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat, masih banyak kesalahn dan kekurangn. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin..




DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin, 2006. Agama dalam kehidupan Manusia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Jakarta: Paramadina
Anshari, Endang Saifuddin, 1980. Agama dan Kebudayaan, Mukaddimah Sejarah Kebudayaan Islam, Surabaya: Bina Ilmu,
Kahmad, Dadang, 2011. Sosiologi Agama;Potret Agama dalam Dinamika konflik, pluralisme dan modernitas, Bandung: Pustaka Setia,
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1964
Poerwanto, Hari, 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi, Yokyakarta: Pustaka Pelajar,
Sumardi, Mulyono, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/,



[1] Endang Saifuddin Anshari, Agama dan Kebudayaan, Mukaddimah Sejarah Kebudayaan Islam, Surabaya: Bina Ilmu, 1980, hlm. 10
[2] Mulyono Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Sinar Harapan hlm. 71
[3] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1964, hlm. 77
[4] Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 51-52
[5] http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, diakses pada tanggal 3 Oktober 2014 jam 08.30 WIB.
[6] Ibid, diakses pada tanggal 3 Oktober 2014 jam 08.40 WIB
[7] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama;Potret Agama dalam Dinamika konflik, pluralisme dan modernitas, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hlm. 43
[8] Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan Manusia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 33
[9] Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Jakarta: Paramadina, hal. 13.
[10] http://gitowaluyo.files.wordpress.com/2012/02/makalah-kelompok-12.docx. diakses pada tanggal 03 Oktober 2014 jam 09.00 WIB

Comments

Popular posts from this blog

EFEKTIVITAS METODE EKSPLORASI MASALAH MATEMATIS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran eksplorasi masalah matematis (EMM) lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi dalam pengajaran matematika khususnya bentuk soal cerita pada siswa kelas IV di SD IT Al Anwar Mayong Jepara tahun pelajaran 2018/2019. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dengan pendekatan kuantitatif, desain penelitian eksperimen murni (true experimental). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD IT Al Anwar Mayong Jepara berjumlah 67 siswa. Sedangkan teknik pengumpulan sampelnya adalah Probability sampling dengan jenis rondom sampling. Selanjutnya dengan taraf kesalahan pengambilan sempel 1% didapatkan 63 sampel. Dimana, hasilnya kelas IV Ar rohim dengan jumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas Ar rahman sebanyak 31 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes, wawancara dan dokumentasi. Setelah dilakuk

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik

Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pendekatan Realistic Mathematics Education dan kemampuan berfikir kritis (2) Untuk mengetahui kemampuan berfikir kritis (3) Untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berfikir kritis peserta didik kelas V. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Sedangkan sesuai jenis penelitian, maka ini adalah penelitian korelasi. Disini peneliti mengambil lokasi di MI NU Tarbiyatul Islam Loram Wetan Jati Kudus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode angket dan tes. Sedangkan teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis deskriptif dan uji hipotesis asosiatif. Hasil penelitian yang didapatkan di antaranya yaitu (1) Pendekatan Realistic Mathematics Education sangat efektif karena hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai taraf signifikansi pendekatan Realistic Mathematics Education lebih besar dari nilai taraf signifikansi yang

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA

  Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Model pembelajaran student facilitator and explaining pada mat a pelajaran pendidikan agama Islam materi mernahami tatacara sholat jumat di SMP Negeri 5 Blora. 2) Peningkatan kemampuan psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sho1at jumat di SMP Negeri 5 Blora. 3) Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam materi Memahami Tatacara Sholat Jum'at di SMP Negeri 5 Blora Metode penelitian yang digunakan dalam peneIitian ini adalah yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui wawancara terhadap instansi yang terkait yaitu srvw Negeri 5 Blora, mengenai implementasi model pembelajaran student facilitator and explaining untuk meningkatkan kemampu.an psikomotorik siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi memahami tatacara sholat j